Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Elite Parpol Mulai Produktif

Kamis, 12 Januari 2023 07:19 WIB
Foto: Ilustrasi/Istimewa
Foto: Ilustrasi/Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Delapan partai politik (parpol) melakukan konsolidasi terkait pernyataan sikap menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Konsolidasi diinisiasi oleh partai Golkar, sebagai salah satu partai yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup. 

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan dukungan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka untuk menjaga kemajuan demokrasi. Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi. 

“Kami menolak proporsional tertutup dan komitmen menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” tegas Airlangga.

Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Indonesia Afit Khomsani mengapresiasi respons 8 parpol tersebut. 

Hal itu menunjukkan para elite parpol mulai beranjak ke wacana yang lebih produktif. Afit juga menilai, pernyataan sikap tersebut mempunyai dampak positif pada perhatian publik terhadap Pemilu 2024.

"Artinya, para elite mulai aware dengan Pemilu 2024 dan komitmen pada penyelenggaraan Pemilu 2024, serta meninggalkan wacana kontraproduktif yang dulu sering dilakukan, misalkan menunda pemilu," kata Afit, Rabu (11/1).

Menurut Afit, memang tidak ada sistem pemilu yang paling ideal dan bagus. Meski demikian, sistem pemilu dipilih berdasarkan yang paling memungkinkan dan bisa disesuaikan dengan konteks dan kultur masyarakat. 

Baca juga : Galang Penolakan Pemilu Proporsional Tertutup, Peran Airlangga Diapresiasi

Sistem pemilu proporsional terbuka memiliki beberapa kelemahan, di antaranya mengecilnya peran parpol, dan rawan politik uang.

"Karena adanya liberalisasi dalam proses pemilu, di mana para calon saling berlomba mendapatkan suara terbanyak," ujarnya.

Afit menerangkan masalah yang patut diperhatikan terkait sistem pemilu proporsional terbuka, yakni derajat kedekatan warga dengan partai yang akan dipilih atau Party-Identification (Party-ID).

"Problem kita adalah rendahnya Party ID, bahkan sekarang hampir tidak ada. Hal ini diakibatkan pada banyak faktor, termasuk disorientasi parpol, ideologi yang semakin tidak jelas, dan sebagainya," katanya.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, parpol diharapkan mampu memastikan calon legislatif (caleg) yang diusung merepresentasikan Party-ID yang kuat. 

"Tentu parpol mempunyai tugas untuk memastikan calon yang diusung atau dicalonkan adalah calon yang mempunyai Party ID kuat, tidak hanya semata elektabilitas dan tingginya basis dukungan," kata dia.

Sedangkan untuk meminimalisir politik uang, parpol juga patut mempunyai mekanisme kontrol atas dana kampanye yang digunakan dan tidak memanfaatkan surat rekomendasi sebagai mahar politik.

Baca juga : Banteng Sebut Lebih Mudah Dan Murah Tuh

Parpol juga harus mempunyai mekanisme jelas dan kontrol atas dana politik dan kampanye yang dilakukan oleh para kader. 

Sebaliknya, parpol jangan memanfaatkan situasi ini untuk menjadikan surat rekomendasi sebagai mahar politik.

Penyederhanaan Pemilu

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, kompleksitas sistem proporsional terbuka bisa diatasi dengan hal-hal berikut ini. 

“Misalnya, pada tahun 2019 dengan sistem proporsional terbuka, memang ada kompleksitas, surat suara besar, kompleks, karena menggabungkan 5 pemilu dalam satu hari,” ujar Khairunnisa, Rabu (11/1). 

Maka, jika belajar dari hal itu, pemilu mendatang tidak menggabungkan 5 pemilu dalam satu hari. 

Kemudian untuk jumlah caleg pada daerah pemilihan. Saat ini ada 18 partai yang akan berlaga di Pemilu 2024, jika dari dapil ada 10 caleg, maka kertas suara semakin besar. 

Baca juga : Pertemuan Parpol Tolak Pemilu Proporsional Tertutup Jadi Teladan Demokrasi

“Dapil penting untuk disederhanakan, mungkin paling banyak 6 atau 8. Bagi pemilih, dalam situasi pemilih yang belum pendidikan politik, pemahaman pemilu belum maksimal, mereka belum mencari tahu. Kalau pemilih yang baik kita harus cari tahu,” jelas Khairunnisa. 

Apalagi dari pengalaman terdahulu, banyak caleg yang tidak dikenal pemilih, dan sulit didapatkan informasi tentang dirinya. Namun sekarang, di era digital dan media sosial, siapapun bisa dikenal, dan didapatkan informasinya. 

“Tentu medsos jadi chanel yang efektif hari ini. Mudah, gratis dan cepat menyebarkan info cepat. Itu jadi metode kampanye efektif, apalagi bagi mereka yang terbatas finansial,” ungkap dia. 

Meski aktif di media sosial, parpol dan caleg harus waspada dengan adanya disinformasi, atau hoaks. 

Lalu untuk politik uang, baik sistem proporsional terbuka maupun tertutup, rentan dengan hal ini. Bedanya, dalam sistem proporsional terbuka, uang bisa beredar di kalangan pemilih dan kandidat. 

Sementara pada sistem proporsional tertutup, bisa berupa suap untuk menentukan nomor urut partai.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.