Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Polri Punya Jati Diri Bhayangkara, Tak Bisa Disamakan Dengan Polisi Negara Lain

Rabu, 25 Januari 2023 21:19 WIB
Pengamat kepolisian Irjen (Purn) Sisno Adiwinoto (Foto: Istimewa)
Pengamat kepolisian Irjen (Purn) Sisno Adiwinoto (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat kepolisian Irjen (Purn) Sisno Adiwinoto menegaskan, pandangan pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie untuk memindahkan posisi Polri dari di bawah langsung Presiden ke di bawah Menteri Dalam Negeri, keliru. Sisno pun menegaskan, Polri tidak bisa disandingkan atau disamakan dengan polisi di negara lain.

Sisno menjelaskan, secara garis besar, kedudukan Polri telah direformasi sejak keluarnya TAP MPR VI Tahun 2000 dan TAP MPR VII Tahun 2000. Kemudian, dalam tataran pelaksanaan, sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri, masalah strategis Polri sudah dapat teratasi dengan baik.

“Masalah strategis span of control (rentang kendali) yang dianggap terlalu luas, bahkan terluas di dunia, bisa diatasi dengan chain of command (rantai komando), unity of command (kesatuan perintah), dan prinsip-prinsip manajemen lainnya,” terang Sisno.

Untuk masalah kedudukan organisasi dan peranan Polri, lanjutnya, telah diatasi dengan adanya kemandirian Polri yang tetap bersinergi dengan TNI dan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait. “Keberadaan posisi Polri yang langsung di bawah Presiden sudah sangat tepat dan konstitusional,” terangnya.

Baca juga : Santri Dukung Ganjar Kolaborasi Gelar Festival Pencak Silat

Sisno melanjutkan, misi Polri secara universal sama dengan misi polisi di dunia yaitu fight crime (memerangi kriminalitas), help delinquent (memerangi kejahatan), dan love humanity (cinta kemanusiaan). Hal ini sangat sejalan dengan konsep negara hukum yang berdasarkan falsafah Pancasila, wawasan nusantara, wawasan kebangsaan, wawasan keamanan nasional, serta kearifan lokal masyarakat.

Dia menerangkan, keberadaan Polri dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai alat negara, sudah melewati sejarah yang cukup panjang, baik secara organisatoris, struktural, maupun tarik-menarik kepentingan kekuasaan. Sampai kini, Polri menjadi satu institusi yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dengan Sishankamrata sebagaimana digariskan dalam konstitusi yang tercantum dalam Pasal 30 UUD 1945.

“Bagi Polri, berdasarkan Undang-Undang Nomor  2 Tahun 2002, jelas dinyatakan sebagai alat negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai head of state, dengan tugas wewenang memelihara dan menjaga keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat,” terangnya.

Sisno menyatakan, meskipun kewenangan Polri luas dan besar sebagai konsekuensi dari luas, berat, dan kompleksnya tanggung jawab Polri dalam mengemban tugasnya, namun hal itu tidak terlepas dari pengawasan atau kontrol, baik secara internal oleh Irwasum/Irwasda dan pengawasan melekat oleh atasan, maupun secara eksternal yang dilakukan Kompolnas dan DPR (political control) serta adanya tanggung jawab Kapolri kepada Presiden sebagai Kepala Negara.

Baca juga : Erick: NU Dan Indonesia Harus Bisa Bersaing Dengan Bangsa Lain

Dengan legalitas, konstruksi, dan mekanisme kontrol itu, lanjutnya, sepanjang semuanya dilaksanakan secara konsisten, maka kekhawatiran akan potensi munculnya “Ferdy Sambo-Ferdy Sambo" baru, menjadi sesuatu yang tidak beralasan.

“Walaupun mungkin ada sesuatu yang ‘salah' di Polri, sehingga FS bisa menyeret lebih dari 99 oknum polisi dalam kasusnya, namun kita jangan memakai logical fallacy yang menggeneralisasi suatu kejadian seperti kasus Sambo tersebut,” ucapnya.

Sisno lalu mengulas mengenai kerusuhan di Brixton di Inggris tahun 1981, Kerusuhan di Los Angeles USA tahun 1992, kerusuhan di Gedung Capitol Hill Washington DC. Menurutnya, kondisi itu tidak serta merta mengharuskan sistem kepolisian di negara-negara tersebut harus diubah, meski harus ada evaluasi dan koreksi yang diperlukan.

Demikian juga dengan adanya kekurangan di Polri seperti kejadian kasus Sambo yang melibatkan puluhan anggota, Polri tidak serta merta harus mengubah sistem kepolisian Indonesia yang sudah ada. “Pernyataan Ibu Connie untuk memindahkan Polri ke Mendagri itu pernyataan keliru dan menyesatkan yang perlu diluruskan,” ucapnya.

Baca juga : Erick: Hanya SDM Yang Berkarakter Baik, Yang Bisa Bawa Kemajuan Bangsa

Di Jepang, lanjutnya, kedudukan Kepolisian berada di bawah Kompolnas (National Public Safety Commission) dan Kompolnas Jepang di bawah Perdana Menteri. Kompolnas Jepang dipimpin Menteri Dalam Negeri dan lima anggota Kompolnas lain yang tidak boleh terkait dengan partai politik. Kompolnas Jepang pernah berkunjung ke Kompolnas Indonesia pada 2019.

Dia menegaskan, Kepolisian di Indonesia tidak mesti sama dengan di Jepang. “Institusi Polri tidak bisa disandingkan ataupun disamakan dengan institusi Kepolisian di negara lain. Karena keberadaan Polri memiliki latar belakang sejarah, budaya, dan karakteristik ataupun jati diri sebagai Bhayangkara negara yang berbeda dengan negara lain. Polri punya jati diri dan karakteristik yang berbeda dengan Polisi negara lain,” tutupnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.