Dark/Light Mode

LP3ES Gelar Webinar Ritual Oligarki Menuju 2024 & Peluncuran Outlook Demokrasi

Minggu, 29 Januari 2023 21:04 WIB
Para pembicara webinar LP3ES mengenai outlook demokrasi , Minggu (29/1). (Foto: LP3ES)
Para pembicara webinar LP3ES mengenai outlook demokrasi , Minggu (29/1). (Foto: LP3ES)

RM.id  Rakyat Merdeka - LP3ES merilis outlook demokrasi yang merupakan buku kelima selama lima tahun terakhir, dalam webinar, Minggu (29/1). Hadir sebagai pembicara adalah para penulis buku antara lain Wijayanto, Titi Anggraini, Herlambang P Wiratraman, Bangkit Wiryawan, dan Malik Ruslan. Webinar diawali sambutan Direktur Eksekutif LP3ES Fahmi Wibawa.

Fahmi memberi pengantar diskusi mengenai situasi demokrasi sekarang yang menurutnya sedang tidak baik-baik saja. “Sampai dengan akhir 2022, lahirnya beberapa produk peraturan perundang-undangan yang didorong pemerintah, menempatkan iklim demokrasi Indonesia di titik nadir,” ucapnya.

LP3ES, sebagai lembaga intelektual dan cendekiawan yang sudah berdiri sejak 1971, melihat situasi ini dan memberikan perhatian pada upaya mencari solusi atas permasalahan yang terjadi dengan menerbitkan buku refleksi dan outlook demokrasi. “Hal ini bertujuan untuk menyadarkan kita semua tentang masalah serius yang terjadi pada demokrasi kita saat ini dan upaya untuk menemukan jalan keluar dari setiap masalah yang ada,” ucapnya.

Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto, yang tampil sebagai pembicara pertama menekankan tentang pemilu yang diibaratkan sebagai suatu ritual yang seperti “ritual pacuan kuda”. Artinya, dari pemilu ke pemilu merupakan suatu kompetisi yang justru tidak menjawab tujuan pemilu.

Baca juga : Golkar Ingin Koalisi Menuju 2024 Solid, Pengamat: Pemerintahan Bakal Stabil

“Padahal, pemilu adalah untuk memilih pemimpin untuk sirkulasi kekuasaan yang bertujuan untuk mementingkan kepentingan publik, namun demokrasi kita malah mengalami kemunduran dan menuju pada otoritarianisme. Hanya sirkulasi kekuasaan diantara elite bukan untuk kepentingan umum,” imbuhnya.

Sedangkan Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini membawa materi “Cakap Tak Serupa Bikin: Jalan Terjal Pemilu 2024 dan Resiliensi Masyarakat Sipil”. Titi memantik diskusi dengan menekankan bahwa bukan masyarakat namun elite yang membuat jalan menjadi terjal.

“Pada 2022, persiapan pemilu tersendat. Selain itu, pada tahun ini muncul indikasi kecurangan verifikasi faktual partai politik secara struktural,” imbuhnya.

Sementara, dosen FISIP Undip/LP3ES Bangkit A Wiryawan mengawali pemaparannya mengenai dinasti politik. Bangkit menyebutkan, dinasti politik juga berkontribusi terhadap buruknya demokrasi di Indonesia.

Baca juga : Petenis Bau Kencur Kalahkan The Djoker

“Adanya celah pada instrumen hukum negara menjadi salah satu faktor langgengnya praktik dinasti politik di Indonesia, yakni Putusan MK Nomor 33 Tahun 2015. Argumen ini berangkat dari hasil penelitian pengukuran dampak perubahan kepemimpinan untuk konteks pilkada dari kurun waktu 2013-2017,” terangnya.

Lalu, Direktur Pusat Hukum dan HAM LP3ES Herlambang P Wiratraman memaparkan, posisi negara hukum Indonesia memperlihatkan perlindungan warga negara masih jauh ideal. Realitas dari waktu ke waktu sepanjang 2022 tidak ada yang mengejutkan, karena sudah dapat terlihat dari peraturan yang dibuat.

“Refleksi tersebut dapat dilihat pada 3 poin utama. Pertama, pembentukan hukum semakin otokratis. Kedua, penegakan hukum bagaimana hukum bekerja. Ketiga, pelanggaran HAM dan impunitas.sepanjang tahun 2022 ada beberapa produk hukum yang akan besar dampaknya,” ucapnya.

Kemudian, peneliti/editor senior LP3ES Malik Ruslan menutup diskusi dengan pemaparan mengenai politik antikorupsi. Malik menekankan, terdapat semacam arus balik yang semakin mengkhawatirkan, terutama dalam kaitannya negara dalam melawan korupsi.

Baca juga : Relawan Anies Bakal Luncurkan Saksi Demokrasi

Menurutnya, korupsi tidak lagi dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Misalnya dicabutnya PP Nomor 99 Tahun 2012 kemudian lahirnya UU Nomor 22 Tahun 2022. “Dengan dicabutnya PP tersebut, maka semua orang atau tersangka berhak mendapatkan remisi. Tajam ke bawah, tumpul ke bawah, pada akhirnya korupsi dianggap sama dengan kejahatan mencuri ayam” ucapnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.