Dark/Light Mode

Gugatan PRIMA Dikabulkan PN Jakpus

Jangan Korbankan Bangsa Untuk Keadilan Satu Partai

Senin, 20 Maret 2023 07:15 WIB
Pakar Hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshiddiqie. (Foto: DKPP)
Pakar Hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshiddiqie. (Foto: DKPP)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar Hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshiddiqie menyoroti putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, yang mengabulkan gugatan Partai PRIMA. Yaitu memerintahkan KPU menunda tahapan pemilu. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu berharap, putusan PN Jakarta Pusat dikoreksi di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atau di Mahkamah Agung.

Jimly menjelaskan, Indonesia menganut sistem presiden­sial. Artinya, semua kekuasaan di tangan presiden, kecuali yang oleh UUD dan Undang-Undang sudah diberikan ke­pada lembaga lain. Lembaga lain itu ada empat cabang. Eksekutif, legislatif yudikatif, dan cabang campuran.

Kalau sudah diberikan kekuasaan itu oleh cabang A, cabang B, dan Cabang C, itu tidak boleh lagi ditangani cabang lain. “Ini negara hukum sudah ada aturannya,” kata Prof Jimly, saat dikontak Rakyat Merdeka, belum lama ini.

Baca juga : Bamsoet Usul Dibentuk Badan Pengelola Pajak Otonom

Di lingkungan yudikatif ini sudah ada undang-undang yang mengatur. Kalau urusan tindak pidana korupsi atau tipikor di tangan PN Tipikor. Kalau terkait tata usaha negara ditangani Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kalau peradilan agama oleh pengadilan agama.

Nah, hakim yang profesional harus tahu. Kalau membuat putusan yang bukan ranah kewenangannya itu ngawur. “Karena itu saya bilang layak hakim­nya untuk dipecat ini. Ingin beri­novasi tapi ngawur,” ujarnya.

Senator asal DKI Jakarta itu berharap putusan PN Jakpus ini menjadi pelajaran. “Mudah-mudahan di pengadilan tinggi dikoreksi atau di Mahkamah Agung,” harapnya.

Baca juga : Keren, PYCH Luncurkan 4 Aplikasi Untuk Kemajuan Tanah Papua

Apakah Partai PRIMA ke­liru melayangkan gugatan ke PN Jakpus? Menurut Jimly, tidak juga. Partai PRIMA kan pencari keadilan. Boleh juga menggugat. Tidak ada masalah dari segi penggugat atau segi pencari keadilan. Cuma yang memutuskan jangan salah. Kalau memutus misal karena ini peradilan perdata, sanksi yang diberikan kepada KPU perdata boleh juga. “Misal karena par­tai PRIMA sudah rugi Rp 100 miliar, maka KPU diwajibkan mengganti. Itu boleh, perdata.

Jimly menjelaskan, DKPP sudah menyidangkan banyak perkara dan putusannya juga sudah banyak memecat penyelenggara pemilu. Tapi tidak kaitan dengan tahapan pemilu. Penyelenggara pemilu yang melakukan tindak pidana pe­milu juga sudah banyak yang masuk penjara, tapi tidak mem­pengaruhi tahapan pemilu.

Tahapan pemilu itu urusan TUN. Jadi kewenangannya ada di Bawaslu, PTUN. Tidak boleh diubah-ubah. Mantan Ketua DKPP itu menegaskan, uru­san pemilu urusan pergantian kepemimpinan negara. Urusan serius di semua negara.

Baca juga : Ganjar Lakukan Doa Bersama Untuk Keselamatan Warga Di Lereng Merapi

Menurutnya, Putusan PN Jakpus ini seperti memberi keadilan bagi satu orang, atau satu partai, tapi berdampak kerusakan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena yang ha­rus diutamakan kepastian dan kemanfaatan itulah prinsip keadilan. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.