Dark/Light Mode

Jauhkan Pendidikan Indonesia Dari Intoleransi & Diskriminasi

Jumat, 5 Mei 2023 13:29 WIB
Praktisi dan pemerhati pendidikan anak Prof Seto Mulyadi atau Kak Seto (Foto: Istimewa)
Praktisi dan pemerhati pendidikan anak Prof Seto Mulyadi atau Kak Seto (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap 2 Mei harus menjadi pengingat bagi Indonesia dalam menyelenggarakan pendidikan yang lebih berkualitas dan inklusif. Namun, dalam mewujudkan harapan yang mulia ini masih banyak tantangan yang menghadang. Salah satunya praktik diskriminasi dan intoleransi di sekolah berupa pemaksaan untuk memakai atau melepas atribut agama.

Praktisi dan pemerhati pendidikan anak Prof Seto Mulyadi atau Kak Seto menilai, pendidikan yang ideal adalah yang bisa menjunjung nasionalisme dan merangkul semua anak, terlepas dari apa pun suku, ras, atau agama. Nasionalisme adalah bisa saling menghargai antar umat beragama. Ada yang beragama Islam, Kristen, Buddha, Protestan, Hindu, dan sebagainya.

"Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengatur itu semua, bahwa pendidikan anak Indonesia itu membentuk karakter pelajar yang sejalan dengan Pancasila. Merupakan tugas Kementerian Pendidikan untuk menegaskan hal ini,” ujar Kak Seto, di Jakarta, Kamis (4/5).

Baca juga : Visa Indonesia Rangkul Paper.id Jadi Mitra Pembayaran Bisnis

Sekjen Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) ini menyebutkan, Kementerian Pendidikan telah merumuskan lima hal yang harus ada dalam pelaksanaan pendidikan. Pertama, etika atau budi pekerti yang justru seringkali kurang ditekankan. Kedua, estetika yaitu keindahan, kerapian, atau bisa juga dalam hal kesenian. Ketiga, iptek, yang seringkali hanya ini yang terlalu ditekankan.

“Keempat adalah nasionalisme. Hal Ini terkadang kurang ditampilkan dan ditekankan, bahwa kita berbeda itu dalam sebuah kerangka Bhinneka Tunggal Ika, harus bisa saling bekerja sama,” tutur Kak Seto.

Kelima, kesehatan. Menurut Kak Seto, tidak hanya fisik namun juga mental yang terkadang kurang diperhatikan. “Kesehatan mental itu dijaga dengan tidak saling menghujat, menghina, mem-bully, melanggar norma adat istiadat ataupun agama. Jika kesehatan mentalnya terjaga, maka anak akan tidak mudah baper (bawa perasaan) dan marah,” terang Kak Seto.

Baca juga : Bertepatan Dengan Hardiknas, Beasiswa Pendidikan Indonesia 2023 Resmi Dibuka

Ia menjelaskan, makna pendidikan mengacu pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal. “Seharusnya pendidikan itu memunculkan potensi diri dari dalam, bukan memberi dari atas. Bukan sekadar memberikan hafalan, indoktrinasi, perintah dan sebagainya, sehingga anak-anak lebih diperlakukan sering sebagai objek, bukan sebagai subjek,” imbuh Kak Seto.

Dia lalu mencontohkan, ada lima Rudi yang hebat. Bisa menjadi Rudy Habibie yang merupakan Presiden ke-3 RI, Rudi Hartono yang juara bulu tangkis internasional, Rudy Hadisuwarno yang pintar memotong rambut, Rudi Salam yang pintar akting, atau Rudy Choirudin yang pintar masak.

Jadi, ungkapnya, semua orang harus memunculkan potensi dari dalam dirinya. Tidak semua orang harus jadi lawyer, dokter, atau insinyur. Hal ini yang harus dibangun dalam kerangka pendidikan. Prinsip untuk memunculkan kekuatan dari dalam peserta didik dan bukan sekadar ibarat mengisi air ke dalam gelas yang kosong.

Baca juga : Kajol Indonesia Lantik 17 Korda Di DKI Jakarta Hingga Jabar

Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia ini pun berharap agar pemerintah dan aparat berlaku tegas dalam memberantas praktik intoleransi dan membela HAM serta hak anak. Ia juga menekankan bahwa menjadi tanggung jawab aparat setempat untuk menegakkan peraturan yang berlaku sesuai dengan tingkatannya. Mulai dari Kepala Dinas Pendidikan di wilayah hingga ke Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah bagi SD, SMP, dan SMA, serta Direktur Jenderal Perguruan Tinggi bagi universitas.

“Jadi ini juga harus ada ketegasan dari aparat atau pejabat yang membawahi pendidikan tersebut supaya diingatkan dan dikampanyekan kembali. Bahkan sekarang juga dikampanyekan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang sekolah yang ramah anak. Nah ramah anak itu tidak ada kekerasan atau pemaksaan, apalagi pemaksaan yang kemudian juga melanggar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional itu sendiri,” pungkas Kak Seto.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.