Dark/Light Mode

Isu Gibran Jadi Cawapres Prabowo

Pengamat: Warisan Sudah Bagus, Jangan Sampai Jokowi Crash Landing

Jumat, 20 Oktober 2023 18:34 WIB
Gedung MK (Foto: Ist)
Gedung MK (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti menyarankan Presiden Jokowi untuk tidak memaksakan putranya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres Prabowo Subianto.

Ikrar menilai, Presiden Jokowi yang sudah memimpin Indonesia selama dua periode seharusnya mengakhiri masa jabatannya dengan meninggalkan warisan yang baik.

"Presiden Jokowi itu sudah bagus, warisan pembangunannya sudah bagus, pendapatan perkapita sudah baik, dia membangun Papua, maka sebaiknya meninggalkan warisan yang baik dan smooth landing," kata Ikrar saat dihubungi pada Kamis (19/10/2023).

Ikrar menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sangat politis demi kepentingan pihak tertentu.

Baca juga : Pengamat: Ganjar-Mahfud Menguat, Anies-Imin Stagnan, Prabowo Galau

"Politisasi MK itu kental sekali. MK sudah menjadi lembaga yang melakukan yudisialisasi terhadap hal-hal yang berbau politik. Dan jangan menyalahkan kalau orang mencurigai putusan ini ada kepentingannya Gibran," papar Ikrar.

Ikrar mengatakan, putusan MK itu seolah memperlihatkan terdapat sinyal kuat buat menjaga kepentingan kekuasaan dari penguasa, dan tidak memikirkan kepentingan masyarakat.

"Seperti seolah jadi raja menurunkan ke putra mahkota," ucap Ikrar.

Dia mengatakan, jika Presiden Jokowi menegaskan sikapnya dengan melarang Gibran supaya tidak berlaga dalam Pilpres 2024, maka kemungkinan sikap rakyat akan melunak.

Baca juga : Isu Gibran Jadi Cawapres, Ini Pandangan Romo Benny

Akan tetapi, jika yang terjadi sebaliknya, maka menurut Ikrar bisa memicu kegaduhan baru dalam perpolitikan Tanah Air, dan memberikan contoh buruk dalam proses demokrasi.

"Mereka kemungkinan akan berbalik, dari yang tadinya mendukung menjadi muak. Bisa-bisa akhir jabatannya hard landing, atau bisa jadi crash landing," ujar Ikrar.

Ikrar mengatakan, Presiden Jokowi seharusnya menyadari, jika tidak tegas, maka pemerintahan mendatang dan masyarakat yang harus membayar mahal atas kerusakan yang ditimbulkan dari permainan politik melalui proses hukum.

Padahal, menurut Ikrar, bangsa Indonesia sudah sepakat untuk tidak kembali ke masa pemerintahan yang kelam setelah Reformasi 1998 dan menuju kematangan demokrasi pada 2039.

Baca juga : Dukung Gibran Jadi Cawapres Prabowo, Ini Alasan Partai Gelora

"Tapi kalau sekarang terjadi seperti ini, ini namanya memutarbalikkan reformasi. Padahal di 1998 kita sepakat ini adalah point of no return. Bayangkan kalau kita kembali ke titik nol dalam persoalan politik. Itu akan lama mengembalikannya dan menghabiskan banyak uang," papar Ikrar.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.