Dark/Light Mode

Beri Kuliah Program Doktor Ilmu Hukum, Bamsoet Tegaskan Pentingnya Mahkamah Etik

Sabtu, 4 November 2023 17:56 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengajar para mahasiswa S3 Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Sabtu (4/11). (Foto: Istimewa)
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengajar para mahasiswa S3 Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Sabtu (4/11). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR sekaligus serta Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur dan dosen Universitas Pertahanan (Unhan) Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali mengajar para mahasiswa S3 Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Sabtu (4/11). Di kesempatan ini, Bamsoet menyampaikan mata kuliah "Politik, Hukum, dan Demokrasi".

Salah satu materi kuliahnya menyoroti pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Sebagaimana ditekankan Ketua MKMK yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshiddiqie, bahwa berdasarkan kewenangan yang ada, sejatinya MKMK tidak bisa mengubah hasil gugatan yang sudah diputus oleh MK.

Bamsoet menerangkan, sesuai ketentuan Pasal 24C Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu.

Baca juga : Lagi, Program Desa Energi Berdikari Pertamina Raih Prestasi

Kata Bamsoet, dalam penjelasan Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 8/2011 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lagi yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat.

"Walaupun putusan MK final dan binding serta tidak ada upaya lain untuk merubahnya, pembentukan MKMK tetap menemukan urgensinya. Salah satunya untuk menjamin tegaknya kode etik dan pedoman perilaku hakim MK," terang Bamsoet.

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, tidak hanya di MK, lembaga penegak kode etik juga terdapat di berbagai lembaga negara. Antara lain, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota KPU, anggota KPU Provinsi, Anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota.

Baca juga : Buka World Hydropower Congress di Bali, Jokowi Tegaskan Pentingnya Kolaborasi Kembangkan PLTA

Kemudian, ada Komisi Yudisial (KY) untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung serta menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

"Dalam Konvensi Nasional tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang diselenggarakan MPR, KY, DKPP, dan pihak terkait lainnya, telah diusulkan pentingnya Indonesia membentuk Mahkamah Etik (peradilan etik). Landasan pembentukannya bisa mengacu kepada TAP MPR Nomor VI MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara," jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum Unpad ini menerangkan, Mahkamah Etik akan menjadi ujung dari proses penegakan etik. Sehingga setiap putusan etika yang diputuskan berbagai penegak kode etik yang terdapat di berbagai lembaga negara maupun organisasi profesi, tidak lagi dihadapkan dengan peradilan umum. Para pencari keadilan yang divonis bersalah secara etika oleh masing masing penegak kode etik, bisa mengajukan banding di Mahkamah Etik.

Baca juga : Bamsoet Dorong Peningkatan Bisnis Pasir Silika Tanah Air

"Karena ketiadaan Mahkamah Etik, saat ini orang yang diputus melakukan kesalahan etika oleh masing-masing penegak kode etik, mengajukan banding atau mencari keadilan ke peradilan umum, entah melalui Mahkamah Agung maupun PTUN. Padahal, antara etika dan hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang yang bersalah secara etika, belum tentu bersalah di mata hukum. Namun, yang bersalah di mata hukum, sudah pasti bersalah di mata etika," pungkas Bamsoet.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.