Dark/Light Mode

Masa Tugas Berakhir, Kinerja Satgas TPPU Dianggap Belum Optimal

Minggu, 28 Januari 2024 07:35 WIB
Pakar TPPU Yenti Garnasih/Ist
Pakar TPPU Yenti Garnasih/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Masa tugas Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) yang dikomandani Mahfud MD selesai akhir tahun 2023. Selama delapan bulan, Satgas TPPU telah melakukan supervisi atas laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), termasuk dugaan pencucian uang dengan nilai agregat Rp 349 triliun.

Namun, sejumlah pihak justru mempertanyakan kinerja Satgas TPPU yang dirasa belum optimal. Kurangnya transparansi dan lambannya penindakan hukum lebih lanjut atas pihak-pihak yang diduga terlibat dari sederet kasus itu, menjadi masalah yang segera dituntaskan.

Padahal, dengan kewenangan supervisi yang dimiliki, seharusnya bisa menjadi cambuk untuk mempercepat penuntasan kasus.

"Kinerja dan capaian serta gunanya dibentuk Satgas TPPU harus dipertanyakan. Kenapa kasus-kasus korupsi PT Antam, jual beli emas dengan modus penyalahgunaan kewenangan/jabatan, tidak segera dituntaskan. Apalagi kerugian negara mencapai triliunan rupiah," ungkap pakar TPPU Yenti Garnasih, saat dihubungi wartawan, Jumat (26/1). 

Menurutnya, pencucian uang bukan kasus yang bisa dipandang sebelah mata, apalagi telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga triliunan rupiah. Dia menegaskan, hal ini semakin berbahaya karena Indonesia sedang dalam tahun politik 

Kalau benar Satgas TPPU tidak bicara TPPU, tentu saja aneh dan harus dipertanggungjawabkan pada masyarakat secara tanggung gugat (check and balances). Masyarakat harus tahu apa saja hasil capaian pembentukan Satgas, jangan juga hanya sebagai kegiatan yang menghamburkan anggaran negara.

Baca juga : DPR Dikira Cuma Rebutan Kursi

Terkait kasus importasi emas dengan dugaan kerugian uang negara sebesar Rp 189 triliun, itu menjadi kasus yang harus segera diusut tuntas. Kerugian yan diderita negara, tegas Yenti, harus bisa dilacak dalam bentuk apapun, baik uang maupun aset di manapun berada dan pada siapa saja yang terlibat.

"Kejahatan terkait komoditi emas, penyelundupan (kejahatan kepabeanan) itu begitu besar menimbulkan kerugian negara. Artinya, hasil kejahatan itu mengalir entah ke mana, kepada siapa dan bermuara di siapa? Sudah sekian lama, jadi pasti sudah terjadi TPPU," ungkapnya.

Dengan diterapkannya TPPU, seharusnya penyidikan sudah dalam dua tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi dan TPPU, dan seharusnya tersangkanya bukan hanya terkait korupsi tapi juga TPPU, baik aktif yang mengalirkan hasil kejahatan maupun yang menerima hasil kejahatan," tutur Yenti.

Harus Ditindaklanjuti

Desakan yang sama agar penegak hukum segera mengusut kasus-kasus tersebut juga diutarakan pakar hukum Universitas Muhammadiyah, Chairul Huda. Menurutnya, Satgas TPPU ini dibentuk karena kurangnya sinergi antara PPATK dengan institusi penegak hukum yang ada. 

“Satgas TPPU hanya menjembatani antara tugas PPATK dan penegak hukum, yang terkesan banyak hasil pemeriksaan PPATK seperti tidak ditindaklanjuti oleh penegak hukum (Polisi, Kejaksaan atau KPK)," ujarnya.

Baca juga : Pesan Wapres: Selesai Debat Ya Sudah, Jangan Terus Dibawa Keluar

Bahkan, dia menyebut kinerja penegak hukum buruk dalam merespons dan menindaklanjuti temuan-temuan PPATK. 

“Kinerjanya belum kelihatan dalam menindaklanjuti temuan PPATK ataupun satgas TPPU," ujar Huda.

Karenanya, dia berharap Kejaksaan dan bea cukai dapat menindaklanjuti kasus komoditi emas hingga tuntas, agar ada kepastian hukum dan menutup celah tawar menawar. Terlebih di tahun Pemilu. 

"Jadi, masalahnya bukan di Satgas TPPU, tetapi di APH yang lemah. Boleh jadi kalau diproses mengenai kelompok tertentu," katanya.

Penegasan yang sama juga diutarakan mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo. Dia mengatakan, di bawah supervisi satgas, seharusnya koordinasi dan tindaklanjuti penuntasan kasus lebih mudah dilakukan.

Menurutnya, dalam pengungkapan TPPU bukan sekadar perbuatan, tapi bagaimana mampu membongkar aliran.

Baca juga : Tuntaskan Dugaan Suap SAP, MRT Jakarta Siap Kerja Sama Dengan Penegak Hukum

"Tranksaki ini kan heboh diawal, jangan malah mandek diakhir, kan jadi lucu. Ini kan awalnya transaksi mencurigakan termasuk diduga hasil kejahatan transaksi tidak wajar. Dari traksasi ini ditelusuri ada pidana atau apa. Pengalaman saya berhubungan PPATK sudah ada hipotesis awal," ujarnya. 

Oleh karenanya, tinggal aparat penegak hukum memiliki komitmen untuk mengusut tuntas kasus tersebut. 

"PPATK kan dari rekening sudah tahu rekening. Dari situ sudah jelas bukan sumir, tinggal kemampuan penegak hukum ini jadi tantangan," kata Yudi.

Sebelumnya, salah satu yang paling signifikan dari dugaan TPPU tersebut adalah kasus importasi emas dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 189 triliun. Pengusutan kasus tersebut mulai berjalan setelah pembentukan Satgas TPPU.

Penyelidikan ini mengungkap dugaan tindak pidana kepabeanan oleh penyidik dari Direktorat Jenderal Bea Cukai dan dugaan tindak pidana perpajakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.