Dark/Light Mode

Bela Terdakwa Korupsi 1,7 T, JK Dapat Tepuk Tangan Di Pengadilan

Jumat, 17 Mei 2024 08:27 WIB
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla berjabat tangan dengan mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi LNG atau gas alam cair dengan terdakwa Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/5/2024). (Foto: Randy Tri Kurniawan/Rakyat Merdeka/RM.id)
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla berjabat tangan dengan mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi LNG atau gas alam cair dengan terdakwa Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/5/2024). (Foto: Randy Tri Kurniawan/Rakyat Merdeka/RM.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wapres ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi meringankan bekas Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/5/2024). Saat membela terdakwa korupsi Rp 1,7 triliun terkait pengadaan gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG) di Pertamina itu, JK mendapat tepuk tangan pengunjung sidang.

JK yang mengenakan kemeja putih lengan panjang itu, tiba di Pengadilan Tipikor, sekitar pukul 10 pagi. Begitu memasuki lobi pengadilan, JK disambut keluarga Karen. Salah satunya sang suami, Herman Setiawan.

JK pun langsung masuk ruang sidang Hatta Ali, dan kembali disambut sorotan kamera wartawan dan pengunjung sidang. Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini pun membalas dengan lambaian tangan kanan. Sementara di tangan kirinya, terlihat sebuah kertas putih yang digenggam.

Ketika duduk di kursi saksi, JK sempat menyapa Karen yang duduk di kursi terdakwa. Tak lupa, dia menyapa Jaksa KPK di sebelah kirinya.

Sebelum JK memberikan keterangan, petugas pengadilan lebih dulu mengambil sumpah JK di bawah Al Qur’an. JK kemudian mengucap sumpah bakal menjawab semua pertanyaan dengan jujur.

Hakim mulai bertanya seputar kasus yang membelit Karen. Di momen inilah, para pengunjung sidang bertepuk tangan saat mendengar keterangan JK terkait untung rugi sebuah bisnis yang dianggap korupsi.

Baca juga : Kemendikbudristek Dituding Lepas Tangan

Awalnya, hakim bertanya apakah JK mengetahui penyebab Karen duduk di kursi terdakwa. Ia pun mengaku bingung, karena menurutnya, Karen hanya menjalankan tugasnya.

Menurut JK, tugas itu terkait Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Salah satunya soal pengadaan LNG untuk kebutuhan nasional.

“Instruksinya harus penuhi di atas 30 persen,” sebutnya.

JK menambahkan, Pemerintah hanya mengatur soal kebijakan. Dan, tidak pernah mengurus masalah teknis perusahaan terkait instruksi yang diberikan. Sehingga, teknis pembelian LNG diatur oleh PT Pertamina (Persero) sepenuhnya.

“Jadi, presiden tidak sampai bicara begini, beli di sini, tidak,” terang JK.

Kemudian, hakim bertanya apakah JK mengetahui perkembangan PT Pertamina, apakah mengalami keuntungan atau merugi setelah menjalankan instruksi Presiden. JK pun menjawab tidak mengikuti lagi perkembangannya setelah berakhirnya masa jabatannya sebagai Wapres pada 2009.

Baca juga : Dhani Dan Bhayu Maju Ngelawan Petahana

"Bapak tidak tahu apakah Pertamina itu merugi atau untung, nggak tahu?" tanya hakim. “Tidak,” jawab JK.

JK kemudian mencoba menerangkan, untung rugi dalam sebuah bisnis merupakan hal yang biasa. Sehingga, menurutnya, tidak bisa dikaitkan dengan sesuatu yang melanggar hukum.

“Kalau suatu kebijakan bisnis hanya dua kemungkinannya, merugi atau untung. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka seluruh BUMN harus dihukum. Ini bahayanya kalau suatu perusahaan rugi harus dihukum,” jelas JK.

Mendengar jawaban JK, seluruh pengunjung sidang kemudian kompak bertepuk tangan. Hakim lantas memberi teguran, karena pemeriksaan saksi bukan hiburan, tapi menggali fakta seputar peristiwa.

“Kita mendengarkan fakta di sini. Tolong jangan bertepuk tangan di persidangan. Kalau memang benar keterangan saksi ini, dipahami saja masing-masing,” tegur hakim.

Dalam sidang, JK juga menjelaskan, Pemerintah selalu mengingatkan soal sektor ketahanan pangan dan energi yang harus dijaga. Soal makanan penting buat rakyat. Sedangkan soal energi diperlukan untuk memastikan berbagai program pemerintah dapat berjalan. 

Baca juga : Rumah Mewah Adik SYL Digeledah KPK

JK pun mengaku tidak masalah jika negara mengalami kelebihan stok pangan dan energi.“Jadi memang energi itu lebih baik lebih daripada kurang, sama dengan beras, lebih baik lebih daripada kurang,” pungkas JK.

Diketahui, dalam perkara ini Karen didakwa Jaksa KPK merugikan negara 113 juta dolar Amerika atau setara Rp 1,7 triliun, terkait dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG.

Tindakan melawan hukum itu dilakukan Karen bersama-sama dengan mantan Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.

Jaksa menjelaskan, Karen mengambil keputusan secara sepihak untuk menjalin kerja sama dengan produsen dan supplier LNG, Corpus Christi Liquefaction (CLL), LLC, Amerika Serikat. Sehingga tindakannya tanpa restu dewan direksi Pertamina dan pemegang saham Perusahaan.

Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya kargo LNG jadi oversupply dan Pertamina terpaksa menjualnya di bawah harga pasar. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.