Dark/Light Mode

KPK, Hasto Sudah Digarap Tuh

Senin, 13 Januari 2020 06:59 WIB
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristoyanto seusai penutupan Rakernas I PDIP di Jakarta, Minggu (12/1). (Foto: Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka)
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristoyanto seusai penutupan Rakernas I PDIP di Jakarta, Minggu (12/1). (Foto: Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, memastikan tidak akan menghindar dalam kasus suap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Hasto siap datang jika dipanggil KPK. Sekarang, tinggal KPK, mau garap Hasto apa tidak.

Kesiapan itu disampaikan Hasto di sela-sela Rakernas PDIP, di JIExpo Kemayoran, Jakarta, kemarin. "Saya akan datang. Itu merupakan bagian dari tanggung jawab negara," ucapnya.

Dalam kasus ini, Hasto dan PDIP memang ikut keseret-seret. Wahyu kena OTT KPK setelah menerima suap dari Harun Masiku, kader PDIP yang juga orang dekat Hasto.

Harun menyuap Wahyu untuk mengurus proses PAW anggota DPR. Hasto menyebut, kemunculan kasus ini bukan kebetulan. Tapi sengaja dimunculkan. Ia mengaku amat yakin. Alasannya, karena bukan pertama kali partainya berurusan dengan KPK saat bersamaan agenda besar partai.

Seperti saat kongres pertama dan sebagainya. "Karena itulah, kami telah menyiapkan diri. Karena tanggung jawab sebagai warga negara itu harus menjunjung hukum tanpa terkecuali," ucapnya.

Hasto juga memastikan, partainya akan mendukung penuh upaya pencarian Harun yang dilakukan KPK. Hasto menegaskan, PDIP tak akan memberikan bantuan hukum terhadap Harun. Sebab, PDIP sebagai korban dalam kasus suap yang menjerat Wahyu dan Harun itu.

"Dalam konteks seperti ini, justru kalau kita lihat dari berbagai framing yang dilakukan, PDIP menjadi korban," ujarnya. Soal PAW, Hasto menyebut sebagai hal biasa yang dilakukan partai. Hal itu juga sudah diatur undang-undang.

Baca juga : Kalau KPK Manggil, Hasto Siap Datang

"Tidak ada satu pihak mana pun, baik partai politik, KPU, yang bisa menegosiasikan hukum positif itu," ujarnya.

"Dengan demikian, ketika ada pihak-pihak yang mencoba melakukan komersialisasi atas legalitas PAW yang dilakukan berdasarkan putusan hasil dari uji materi ke MA dan juga fatwa MA, maka pihak yang melakukan komersialisasi menggunakan penyalahgunaan kekuasaan," lanjutnya.

Ia mengaku pernah meneken surat pengajuan PAW dan mengajukan Harun Masiku ke KPU. Nama Harun disodorkan untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal sebelum hari pencoblosan Pemilu 2019. "Ya kalau tanda tangannya betul, karena itu dilakukan secara legal," ujarnya.

Namun, Hasto menepis pengajuan surat itu dilakukan sebanyak tiga kali, seperti yang disampaikan KPU. Ia mengaku, pengajuan PAW atas nama Harun hanya dilakukan sekali. "Dan itu merupakan bagian dari kedaulatan partai politik," kata Hasto.

Pengajuan tersebut, kata Hasto, sudah ditolak KPU pada 7 Januari. Partainya mengikuti keputusan yang berlaku.

"Ketika tanggal 7 Januari 2020, KPU menolak hal tersebut, kami juga hormati. Kami ini taat pada hukum. Kami ini dididik untuk setia pada jalan hukum tersebut, bahkan ketika kantor partai diserang pun, kami memilih jalan hukum," tuntasnya.

Atas kasus ini, sepertinya Hasto harus siap-siap menghadapi banyak ujian. Selain di KPK, dia juga harus siap menghadapi sidang Bidang Kehormatan (BK) DPP PDIP.

Baca juga : KPK Masih Punya Taji

Ketua BK PDIP, Komaruddin Watubun, mengatakan pihaknya akan segera memanggil Hasto untuk meminta kejelasan terkait kasus itu. "Ya pasti saya akan tanyakan, " kata Komaruddin, di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu malam.

Komaruddin menegaskan, sudah jadi wewenangnya untuk bertanya dan menjaga kehormatan partai. Namun, Komaruddin mengaku tak bisa bertanya langsung kepada Harun mengenai dugaan adanya keterlibatan Hasto dalam kasus suap KPU. Apalagi, status Harun saat ini tersangka dan buron KPK.

"Kalau sudah masuk di wilayah hukum itu proses hukum dilaksanakan," tandasnya.

Dari pihak KPK, Wakil Ketua Nawawi Pomolango mengatakan, pihaknya akan memanggil pihak-pihak yang terkait dan relevan dalam kasus tersebut. Jika dalam proses nanti keterangan Hasto diperlukan, penyidik pasti akan memeriksannya.

"Siapa saja dari temuan yang ada, yang relevan terkait, kami pastikan akan dipanggil. Kalau memang ke depannya dirasa perlu dipanggil, ya dipanggil," kata Nawawi, kepada wartawan, kemarin.

Nawawi menjelaskan, kasus ini baru mulai disidik. Penyidik masih bekerja untuk mengungkap apakah ada keterlibatan pihak lain atau tidak. Dia memastikan, penyidik bekerja serius dan dalam senyap agar tidak menimbulkan kegaduhan.

Di sisi lain, ICW menyesalkan KPK lambat mengusut kasus ini. Menurut ICW, kinerja penyidik terhambat lantaran UU KPK yang baru. Gara-gara undang-undang baru itu, KPK kesulitan melakukan penindakan, terutama saat akan melakukan penggeledahan.

Baca juga : Bener Nih Natuna Sudah Clear Dari Kapal China?

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menjelaskan, setidaknya ada dua kasus dari peristiwa OTT Wahyu yang dijadikan alasan ICW menyebut UU KPK memperlambat kerja KPK.

Pertama, tindakan penggeledahan di DPP PDIP yang harus mendapat izin melalui Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Padahal penggeledahan itu bersifat mendesak dan seharusnya tidak perlu izin dulu.

Menurut Kurnia, jika menunggu izin Dewas, bisa membuang-buang waktu dan membuat orang terduga pelaku korupsi itu menghilangkan bukti-bukti penting. Atas dasar inilah, Kurnia menyebut fakta pertama ini memperlambat kinerja KPK.

"Logika sederhana saja sebenarnya, bagaimana mungkin tindakan penggeledahan yang bertujuan untuk mencari dan menemukan bukti dapat berjalan dengan tepat serta cepat jika harus menunggu izin dari Dewan Pengawas? Belum lagi persoalan waktu, yang mana proses administrasi tersebut dapat dipergunakan pelaku korupsi untuk menyembunyikan bahkan menghilangkan bukti-bukti," ucapnya.

Kedua, soal isu tim KPK dihalang-halangi saat sedang melakukan penyelidikan. Kurnia menyebut, seharusnya seluruh pihak bersikap kooperatif dan tunduk pada proses hukum yang sedang dijalani KPK.

"Dengan kondisi seperti ini, dapat disimpulkan bahwa narasi penguatan yang selama ini diucapkan oleh Presiden dan DPR hanya ilusi semata. Sebab, pemberlakuan UU KPK justru menyulitkan penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah tersebut," tegasnya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.