Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pro Kontra Pelibatan DPR dan Pemerintah

Perppu Tolong KPU Agar Tak Salah Tentukan Pilkada

Senin, 11 Mei 2020 03:18 WIB
Pilkada 2020 (Foto: Istimewa)
Pilkada 2020 (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandangan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Penundaan Pilkada telah mengurangi kemandirian KPU adalah keliru. Justru, pasal dalam Perppu itu ingin menolong KPU terhindar dari kesalahan saat menentukan jadwal pilkada.

Demikian disampaikan pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, kemarin. Diketahui, Pasal 122 AAyat 2 dari Perppu ini berbunyi, ‘penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah dan DPR. Adanya mekanisme rapat dengar pendapat (RDP) dalam menentukan jadwal pilkada ini dikrirtik berbagai organisasi, seperti Perludem dan JPPR. 

Emrus berpandangan, Pasal 122 A itu pasti dibuat Presiden Jokowi dengan banyak pertimbangan. Tidak bermaksud mengurangi kemandirian KPU. Diyakininya, pasal itu menolong KPU agar terhindar dari kesalahan saat menentukan jadwal pilkada. Dihadirkanlah mekanisme ‘musyawarah’ bersama dengan DPR dan Pemerintah, KPU bisa tepat dalam penentuan jadwal pilkada serentak. “Tidak ada yang salah dalam mekanisme musyawarah. Ini bagian dari demokrasi. Agar KPU tidak salah dalam menentukan jadwal pilkada,” ujarnya. 

Baca juga : Komisi II DPR Minta Pemerintah Beri Kepercayaan ke Kades Salurkan Bansos Covid-19

Emrus yakin salah satu penyebab pasal ini lahir karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Kondisi ini mengharuskan seluruh pemangku kepentingan untuk mengkalkulasi dalam sebuah musyawarah karena menyangkut nyawa orang banyak. “Pandemi corona belum berakhir. Apakah SDM KPU tahu ada berapa banyak kasus Covid19 tiap daerah, bagaimana kesiapan parpolnya, masyarakatnya, pendataan penduduknya? Kan tidak. Karena itu dilibatkanlah pemerintah dan DPR,” ucapnya.

Dia mengingatkan, arus informasi dalam musyawarah bersama terbilang sehat. Setiap pihak, baik KPU, DPR maupun pemerintah bisa menyampaikan informasi terkini dan valid tentang Covid-19. “Bayangkan kalau penetapan penundaan tahapan pilkada dan waktu pelaksanaan pilkada serentak lanjutan hanya dipegang satu pihak saja yakni KPU. Bukankah terlalu berisiko bila tidak melibatkan banyak pihak di saat pandemi Covid-19,” tandasnya. 

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai, Perppu Penundaan Pilkada sebenarnya sudah cukup memberi kepastian pelaksanaan Pilkada 2020. Meski demikian, lanjut Doli, untuk menganalisa isi pasal per pasal maka akan digelar rapat pembahsan Perppu di Komisi II DPR. Rapat digelar setelah melalui proses penjadwalan. “Dalam rapat pembahasan Perppu 2 Tahun 2020, Komisi II akan melihat seluruh pandangan dan sikap dari fraksi-fraksi di DPR,” jelasnya. 

Baca juga : Putus Rantai Penyebaran Covid-19, BIN Jemput Bola Gelar Rapid Test Pakai Mobile Laboratory

Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas juga menyampaikan hal sama. Pihaknya baru bisa mengomentari pasal demi pasal dalam Perppu setelah rapat intern Komisi II DPR. “Kita akan bahas dulu secara detail pasal per pasal. Kita kan juga belum tahu isi persisnya seperti apa,” ujarnya. 

Sebelumnya, Manajer Program Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, lahirnya Perppu Penundaan Pilkada memang sudah ditunggu banyak pihak. Tapi, bunyi pasal-pasal dituangkan dalam Perppu tak menjawab semua kebutuhan pilkada di tengah pandemi Covid-19. Soal materi Perppu misalnya, secara garis besar mengatur beberapa hal saja. Contoh, keputusan menunda dan melanjutkan tahapan pilkada, mesti didasarkan pada persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR. Kemudian, pemungutan suara pada Desember 2020 tidak dapat dilaksanakan, maka penjadwalan dilakukan kembali dengan mekanisme Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara KPU, DPR dan pemerintah. Hal ini jelas tidak relevan. 

Menurutnya, di masa pandemi Covid-19, KPU harusnya berkoordinasi dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan Kemenkes untuk menetapkan jadwal pilkada. Keputusan menentukan jadwal pilkada jadi ranah KPU, bukan pihak-pihak lain. “Dalam penanganan bencana nonalam, seperti pandemi Covid19, KPU harusnya berkoordinasi dengan BNPB dan Kementerian Kesehatan. Jadi, bukan KPU mendapatkan persetujuan dengan DPR dan pemerintah untuk menunda dan melanjutkan tahapan pilkada. Pengaturan seperti ini tidak relevan, serta berpotensi mendistorsi kemandirian KPU,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka

Baca juga : Hari Kebebasan Pers, Herman Khaeron: Media Jangan Takut Suarakan Kebenaran

Dia menilai, Perppu Penundaan Pilkada masih menggunakan pendekatan tata kelola teknis pilkada dalam situasi normal (tanpa pandemi atau krisis) karena sama sekali tidak memberi ruang bagi penyesuaian tahapan pilkada sejalan masa penanganan pandemi Covid-19. Perppu ini juga dinilai tidak membahas anggaran pilkada di tengah pandemi. “(Padahal) Terdapat pula kondisi perekonomian tidak normal sebagai akibat Covid19. Jadi, perlu penegasan dan pengaturan mekanisme pengelolaan dana untuk biaya pilkada yang sudah dianggarkan sebelumnya, untuk kondisi normal tanpa ada Covid-19,” paparnya. [SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.