Dark/Light Mode

Nama Politisi PDIP Kembali Disebut Terlibat Proyek Bakamla

Selasa, 9 Juni 2020 08:58 WIB
Ali Fahmi
Ali Fahmi

RM.id  Rakyat Merdeka - Nama politisi PDIP Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi kembali disebut terlibat proyek Badan Keamanan Laut (Bakamla). Staf khusus Kepala Bakamla era Arie Soedewo itu diduga mengatur proyek Backbone Coastal Surveillance System tahun 2016. 

Proyek ini digarap PT CMI Teknologi (CMIT). Pada sidang ini, direktur utamanya Rahardjo Pratjihno didakwa merugikan negara Rp 60 miliar. Sebaliknya, perbuatan Rahardjo menguntungkan diri sendiri maupun pihak lain. 

“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Terdakwa selaku pemilik PT CMI Teknologi sebesar Rp 60.329.008.006 dan memperkaya Ali Fahmi alias Fahmi Habsy sebesar Rp 3.500.000.000,” sebut Jaksa Kresno Anto Wibowo saat pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta. 

Pemberian uang kepada Ali Fahmi melalui perantara Hardy Stefanus. Ia anak buah Fahmi Darmawansyah, yang menggarap proyek satellite monitoring dan drone Bakamla. 

Rahardjo mengucurkan uang itu sebagai fee proyek. “Pada akhir bulan Oktober 2016 bertempat di daerah Menteng Jakarta Pusat, Terdakwa memberikan selembar cek Bank Mandiri kepada Hardy Stefanus senilai Rp 3.500.000.000 kepada Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebagai realisasi commitment fee atas diperolehnya proyek backbone di Bakamla,” sebut jaksa. 

Arahan Ali Fahmi, pada 28 Oktober 2018 Hardy mencairkan cek. Lalu uang Rp 3 miliar ditukar menjadi dolar Singapura (SGD). 

“Selanjutnya Hardy Stefanus menyerahkan uang yang bersumber dari Terdakwa tersebut kepada Ali Fahmi Habsyi di gerai Starbuck dekat Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran pada saat acara pameran Indo Defence,” ungkap jaksa. 

Baca juga : Periksa Eks Dirut PT DI, Ketua KPK: Terkait Penyidikan

Jaksa menyebut PT CMIT berhasil mendapatkan proyek berkat Ali Fahmi. Awalnya, Rahardjo diajak ke Bakamla pada Maret 2016. 

Mereka bertemu Arief Meidyanto, Kepala Pengelolaan Informasi Marabahaya Laut (KPIML) Bakamla. “Ali Fahmi memperkenalkan Terdakwa sebagai konsultan IT yang diminta untuk mengembangkan teknologi di Bakamla,” sebut jaksa. 

Arief menjelaskan ingin mengembangkan Bakamla Integrated Information System (BIIS). Menanggapi keinginan itu, Rahardjo akan membawa tim teknis dari PT CMIT untuk membahas pengembangan BIIS. 

Seminggu kemudian, Rahardjo beserta stafnya dari PT CMI Teknologi datang ke Bakamla. Arief memperkenalkan Rahardjo dengan Kepala Bakamla Arie Soedewo. 

Rahardjo mengusulkan kepada Arie Soedewo dan Arief Meidyanto agar Bakamla mempunyai jaringan backbone sendiri atau independen. Yang terhubung dengan satelit dalam upaya pengawasan keamanan laut atau Backbone Surveillance. Jaringan ini terintegrasi dengan BIIS. 

Pada rapat April 2016, Arie Soedewo memerintahkan unit kerja anggaran untuk APBN Perubahan 2016. Arief pun berkonsultasi dengan Rahardjo untuk proyek Backbone Surveillance termasuk anggarannya. 

Pada Mei 2016 bertempat di Cafe Ajag Ijig Jalan Juanda Nomor 14 Jakarta Pusat, Rahardjo dan Arief Meidyanto membahas proyek ini. Rahardjo akan menyusun spesifikasi teknis untuk masing-masing stasiun Bakamla di daerah berikut anggarannya. 

Baca juga : Batal Berangkat, Jamaah Bisa Minta Kembali Setoran Biaya Haji

Dalam rapat pembahasan anggaran di DPR, diusulkan anggaran proyek Rp 400 miliar dimasukkan dalam APBN Perubahan 2016. Namun anggaran masih dibintangi. Alias butuh persetujuan lebih lanjut pencairannya. 

Ali Fahmi lalu memanggil Kepala Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Leni Marlena mengenai proyek backbone surveillace. 

Pada 16 Agustus 2016, Bakamla mengumumkan lelang pengadaan “BCSS yang terintegrasi dengan BIIS” secara elektronik di situs lpse.BAKAMLA.go.id. 

Pagu anggarannya Rp 400 miliar. Dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 399.805.206.746. Belakangan, Kementerian Keuangan memotong anggaran proyek ini. Disetujui hanya Rp 170.579.594.000. 

Dengan perubahan anggaran itu, seharusnya lelang diulang. Namun yang terjadi justru perubahan desain mengacu anggaran yang tersedia. 

Singkat cerita, PT CMI Teknologi menjadi pemenang proyek ini. Dalam pelaksanaan proyek, PT CMI Teknologi melakukan mengalihkan pekerjaan kepada 11 perusahaan. 

Hingga 31 Desember 2016, proyek belum selesai. Bahkan ada perangkat yang baru dipasang pada pertengahan 2017. 

Baca juga : Teroris Nambah Penyakit

Meski tidak dapat menyelesaikan pekerjaan, Bakamla tetap melakukan pembayaran kepada PT CMI Teknologi. Jumlahnya Rp 134.416.720.073 setelah dipotong pajak. 

Hasil penyidikan KPK, proyek itu hanya menghabiskan biaya Rp 70.587.712.066,08. Ada selisih Rp 63.829.008.006,92. PT CMI Teknologi memperoleh untung Rp 60.329.008.006,92. 

“Nilai keuntungan tersebut dikurangi dengan pemberian kepada Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp 3.500.000.000,” kata jaksa. 

Sebelumnya, nama Ali Fahmi disebut dalam sidang perkara korupsi pengadaan satellite monitoring dan drone Bakamla. Ia yang mengajak dan mengatur Fahmi Darmawansyah agar menjadi pemenang kedua proyek tersebut. 

Ali Fahmi menghilang setelah kasus ini terbongkar. Sejumlah saksi menyebutkan Ali Fahmi dekat dengan politisi Senayan. [BYU]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.