Dark/Light Mode

Pancasila Ajarkan Harmoni dan Musyawarah, Bukan Saling Tuding 

Minggu, 28 Juni 2020 23:13 WIB
Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I) Tom Pasaribu (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I) Tom Pasaribu (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perbedaan politik akhir-akhir ini dianggap hanya menimbulkan persoalan yang tidak penting bagi kehidupan rakyat Indonesia saat ini. Justru, kegaduhan yang ditimbulkan sangat mengganggu stabilitas Nasional.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I) Tom Pasaribu merespons kondisi bangsa di tengah pandemi Covid-19. Tom memandang, di tengah kesulitan masyarakat dan berbagai tantangan bangsa yang tidak mudah, perlu solusi untuk menghadapinya dengan kerja sama dan kolaborasi berbagai pihak.

Akan tetapi, Tom melihat, sebagian politisi seperti kurang perduli dengan yang dialami rakyat. Mereka membiarkan rakyat mencari obat dan berjuang sendiri-sendiri dalam upaya menyelamatkan diri dan keluarga, demikian juga dengan krisis ekonomi yang sudah di depan mata.

Baca juga : Cuma Warga Saudi dan Ekspatriat Yang Diizinkan Berhaji Tahun Ini

"Setiap hari jumlah yang terinveksi positif Covid-19 rata-rata bertambah 1.000 orang. Selain harus menyelamatkan diri dan keluarga dari pandemi Covid-19, rakyat juga harus berjuang menyelamatkan ekonomi masing-masing. Jadi, sepertinya penderitaan rakyat tidak berarti apa-apa bagi mereka (politikus)," sindir Tom, dalam keterangannya, Minggu (28/6).

Dia mengatakan, di saat rakyat sedang menyelamatkan diri dari krisis pandemi dan ekonomi, tiba-tiba ada pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di DPR, yang kemudian membuat negara ini semakin riuh. Demonstrasi untuk menolak RUU HIP pun terjadi di mana-mana.

Tom menyesalkan semua ini. Apalagi kemudian muncul saling tuding dan aksi bakar bendera.

Baca juga : Pancasila Harga Mati

Tom lantas mempertanyakan komitmen dan prinsip dalam berbangsa dan bernegara dari semua elemen bangsa. Sila pertama Pancasila menegaskan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Tetapi, justru yang terjadi belakangan adalah mempertontonkan permusuhan dan kebencian. "Apakah Pancasila mengajarkan kekerasan, kerusuhan, dan bakar-membakar? Kan tidak," tegas Tom.

Dia menegaskan, bahwa paham Pancasila mengajarkan politik yang humanis, gotong royong, bijaksana, musyawarah, dan berbudi pekerti. "Kalau kerusuhan, kekerasan serta pertengkaran yang kita kedepankan, apakah kita layak mengucapkan Pancasila? Dengan kondisi dan situasi saat ini, apakah Indonesia masih layak disebut Negara Pancasila?" kesal Tom.

Karena itu, Tom menegaskan, agar Pancasila tidak menjadi alat politik bagi pencari kekuasaan. Sebaiknya Pancasila kembali dipatenkan sebagai dasar dan ideoligi negara, dan sumber dari segala sumber hukum serta membuat juklak-juknis dari Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.

Baca juga : Deddy Sitorus: Penyelamatan Garuda Idealnya dengan PMN, Bukan Skema Dana Talangan

Bila Indonesia ingin tetap ada, menurut Tom, Pancasila mutlak harus dapat dipahami, dihayati, dan dijalankan. Terutama bagi mereka yang memiliki jabatan di seluruh instrumen negara serta seluruh masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari tanpa terkecuali. Dengan demikian, Pancasila tidak dapat disalahgunakan lagi sebagai senjata atau alat politik di kemudian hari. 

"Sebab, pandangan saya, Pancasila adalah kitab suci bagi seluruh bangsa Indonesia. Sebagai umat beragama, kita juga memiliki kitab suci sesuai dengan ajaran dan keyakinan kita masing-masing. Tapi, sebagai bangsa, kita suci kita Pancasila. Itulah sebabnya Pancasila tidak dapat terpisahkan dari Bhinneka Tunggal Ika," jelas Tom.

Namun, lanjut Tom, tanpa disadari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pondasi berdirinya negara Indonesia dipisahkan dan dilupakan. Akibatnya situasi saat inilah yang terjadi. "Saya berharap semua anak bangsa dapat memahami usulan ini agar rakyat Indonesia dapat dengan segera meraih mimpi dan citanya yang telah ditorehkan dalam mukadimah UUD 1945 yaitu adil dan makmur," pungkas Tom. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.