Dark/Light Mode

Pengamat: Isu Komunis Di RUU HIP Suuzon Dan Imajinatif

Selasa, 30 Juni 2020 11:50 WIB
Karyono Wibowo
Karyono Wibowo

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai isu komunis yang membumbui polemik RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) cenderung suuzon dan imajinatif. Faktanya, ideologi terlarang itu masih terkunci dengan rangkaian regulasi lainnya.

“Masih sebatas suuzon atau cenderung imajinatif. Alasan secara substansi dan detail yang menjelaskan tentang peluang dihidupkannya kembali faham komunis juga masih bias,” ujar Karyono di webinar bertajuk “Masih Relevankah Isu Komunis Dalam Rancangan RUU HIP,” yang digelar Gerakan Muda Peduli Nusantara.

Karyono berdalih, pengaman atas masuknya komunisme di Indonesia tertuang dengan TAP MPRS 25 Tahun 1966 yang masih diterapkan sebagai pertimbangan hak asasi manusia dan demokrasi. Ketetapan itu diperkokoh dengan TAP MPR No.1 Tahun 2003.

Baca juga : Syarikat Islam Khawatir RUU HIP Bangkitkan Ajaran Komunisme

“Dalam perspektif hukum, alasan tersebut masih belum kuat. Apalagi ketika dihadapkan pada sebuah realitas bahwa aturan yang melarang penyebaran ajaran komunis belum dicabut yang berarti masih berlaku,” katanya.

Apalagi, katanya, seluruh fraksi di DPR termasuk PDIP menyetujui TAP MPRS XXV /1966 dinyatakan tetap berlaku. Belum lagi, larangan penyebaran ajaran komunisme/Marxisme/Leninisme juga ditegaskan dalam Pasal 107a, 107c, 107d dan 107e UU No.27 Tahun 1999 tentang keamanan negara.

Pertanyaannnya kemudian yang muncul adalah, apakah dengan tidak dimasukkannya TAP MPRS XXV ke dalam konsideran mengingat RUU HIP otomatis bisa menggugurkan TAP MPRS XXV Tahun 1966 dan UU Nomor 27 Tahun 1999? Atau hanya kekhawatiran yang berlebihan? Atau alasan RUU HIP ingin menghidupkan kembali ajaran komunisme sekadar komoditas politik? 

Baca juga : Pengamat Apresiasi Kinerja Kementan Selama Bulan Puasa dan Idul Fitri

Terlepas dari isu komunis, Karyono memang mengamini RUU HIP perlu dikritisi. Ada empat poin. Pertama, RUU HIP dicurigai telah mengingkari sejarah dimana Pancasila merupakan konsensus para pendiri bangsa. Kedua, RUU HIP dipandang bermasalah secara substansi dan urgensi.

Ketiga, RUU HIP dicurigai ingin mengubah Pancasila yang rumusan sila-silanya terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Keempat, bisa mengacaukan sistem ketatanegaraan.

Sementara, pengamat politik Boni Hargen menyinggung adanya oknum-oknum tertentu yang mencoba memainkan isu tersebut. Yakni adanya orang-orang Orde Baru (Orba) yang coba membuat kegelisahan tentang RUU HIP ini.

Baca juga : Biaya Pengobatan Corona Di RS Siloam Ditanggung Negara

“Kelompok yang menolak RUU ini karena ada oknum tertentu. Ada orang Orba yang coba mainkan isu ini,” tuding Boni.

Terkait AD/ART PDIP yang sempat disingung atas lahirnya RUU HIP, menurut Boni, hal itu tampak dimaklumi olehnya.  “Tidak ada keanehan. Memang demikian adanya AD/ART-nya. Sah-sah saja,” tambahnya.

Dalam acara ini hadir juga sebagai pembicara, tokoh agama Gus Saleh, Ahmad Latupono dan dimoderatori oleh Nadia Yulianda Putri. [BSH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.