Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Rumah Komunitas (Rukom) sebagai Perawat Modal Sosial Kota

Sabtu, 19 September 2020 18:39 WIB
Dr. Tantan Hermansah, S.Ag., M.Si.
Dr. Tantan Hermansah, S.Ag., M.Si.

RM.id  Rakyat Merdeka - Jika menuju Bandara Soekarno Hatta, cobalah tengok kiri kanan jalan tol. Apakah yang tergores dalam benak Anda, ketika melihat rumah-rumah bertumpuk dan beratapkan seng, yang bahkan beberapa sudah berkarat itu? Bahkan saya sering berpikir, ingin rasanya duduk di mobil penjemput tamu-tamu dari bandara itu, serta mengajukan pertanyaan yang sama. Kira-kira apakah jawabannya sama dengan yang terlintas di benak saya? 

Tulisan penulis sebelumnya tentang “Rumah dengan Dimensi Komunitas” rupanya cukup membuat beberapa pembaca dan juga kolega tertarik untuk mendiskusikannya lebih jauh. Terlebih lagi saat ini, pemerintah tengah mencetuskan gagasan rumah murah yang disambut banyak kalangan.

Namun demikian, ingin ditegaskan bahwa Rumah Komunitas (Rukom) atau Rumah Bersama (Rumma) dalam konsep ini sangat berbeda dengan konsep rumah murah yang tengah digulirkan pemerintah sekarang ini. Ada beberapa hal yang bisa dijelaskan di sini.

Baca juga : Layanan Komunikasi Telkomsel Di Sumatera Berangsur Pulih

Pertama, Rukom atau Rumma ini bukan rumah tumbuh seperti yang dikemukakan sejumlah pengusaha properti dan developer perumahan. Namun, rumah siap huni yang sehat, awet karena berbahan baku yang baik, dan cukup leluasa bagi penghuni untuk beraktivitas.

Rukom bisa berbudget rendah karena beberapa dimensi ruang diubah fungsi sosiologis-antropologisnya, dari fungsi pribadi —karena kepemilikan pribadi— menjadi kepemilikan bersama. Sebagai contoh, ruang dapur, ruang makan, ruang keluarga yang biasanya dimiliki sendiri-sendiri, dalam Rukom, disatukan sehingga menjadi lebih lega dan leluasa.

Di luar kamar tidur, yang jumlah kepemilikan atau aksesnya bisa disesuaikan dengan kemampuan setiap keluarga penghuninya, semua dimiliki secara bersama-sama. Memang tidak banyak orang yang bisa seperti ini, tetapi tidak ada salahnya pemerintah mendorongnya bukan? Toh bangsa ini memimiliki kekayaan pengalaman rumah seperti ini, meski dengan nuansa budaya yang berbeda-beda.

Baca juga : Wamenag : KUA Institusi Penting Perkuat Moderasi Beragama

Kedua, Rukom atau Rumma ini didirikan di tanah yang sebelumnya sudah dihuni oleh calon penghuni. Hanya bedanya, jika sebelumnya kurang layak, maka setelah jadi Rukom atau Rumma, harus lebih layak dan memiliki kepantasan. Jadi berbeda dengan konsep rumah murah versi pemerintah yang harus mencari lahan lagi.

Masalahnya, kebanyakan mereka yang kelak akan bertempat tinggal di Rukom atau Rumma itu adalah mereka yang jarak kerjanya tidak terlalu jauh, sehingga penghasilannya bisa dihemat karena tidak boros di transportasi. Dengan konsep ini juga, kita bisa menyelesaikan masalah jarak antara seseorang dengan tempat kerja/usahanya.

Ketiga, Rukom atau Rumma ini karena bisa jadi harus dikenalkan kembali visi komunitas kepada calon penghuni. Penulis mengusulkan, harus adanya pendamping. Tanpa itu, konsep rukom ini akan sangat susah jalannya.

Baca juga : Ganjar: Usut Tuntas Kasus Penyerangan Intoleran di Solo

Para pendamping inilah yang akan membangun kohesifitas sosial-budaya antar penghuni. Terlebih lagi, ada beberapa kebiasaan yang harus dibangun, karena mereka tinggal pada satu atap bersama.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.