Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Jumlah pasien Corona di Indonesia terus membludak setiap harinya. Begitu juga dengan jumlah dokter yang meninggal terus bertambah. Kondisi ini membuat para dokter stres karena harus kerja ekstra tangani Corona.
Ketua Satgas Kesiapsiagaan Covid-19 IDI, Prof Zubairi Djoerban mengatakan, dari data IDI disebutkan 123 dokter yang mening gal itu sebanyak 65 orang merupakan dokter umum.
Sisanya, 56 orang merupakan dokter spesialis. Sementara, dua lainnya merupakan dokter residen atau calon dokter spesialis. Bila dirata-rara sejak awal pandemi, ada empat dokter per minggu yang meninggal akibat corona.
Platform Informasi dan Data Corona Indonesia, Pandemic Talks, sempat menganalisis kematian dok - ter menggunakan data IDI per 21 Agustus.
Pandemic Talks menyebutkan kematian dokter banyak terjadi pada dokter umum, yakni 54,7 persen, sementara dokter spesialis 45,3 persen. Tak hanya kematian, para dokter juga dihadapkan berbagai masalah lain.
Baca juga : Jokower Bertingkah Seperti Oposisi
Seperti kelelahan, stres dan de presi. Hal tersebut diketahui dari survei yang dilakukan PB IDI dan Ditjen Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Survei dilakukan terhadap 7.280 dokter residen atau mencakup 54,54 persen dari 13.355 orang dokter residen.
Survei yang digelar 5-6 September 2020 ini dilakukan kepada dokter residen asal 17 dari 18 Perguruan Tinggi Negeri dan 35 Program Studi spesialis.
Hasil survei tersebut menemukan berbagai masalah yang dialami Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) selama pandemi. Sebanyak 15 persen dokter residen mengaku mengalami depresi dan 25 persen mengalami burnout.
Wakil Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi mengatakan, banyak dokter residen alias calon dokter spesialis yang mengalami depresi dan kejenuhan kerja (burnout) selama pandemi.
Sayangnya, para dokter residen ini belum mendapat pendampingan psikologis. “Sebagian besar atau 90 persen menyatakan belum dapat pendampingan,” kata Adib saat Rakyat Merdeka, tadi malam.
Baca juga : Dokter Angkat Tangan
Survei menunjukkan, tingkat depresi dan burnout paling tinggi terjadi pada dokter residen penyakit dalam, paru, dan anak. Hal ini diperparah dengan temuan bahwa jam kerja mereka meningkat cukup drastis selama masa pandemi.
Selain kelelahan, dokter residen juga paling rentan terpapar Corona. Pasalnya kebanyakan dokter residen selalu standby-nya di unit gawat darurat (UGD) dan menerima pasien pertama.
“Jadi potensi keterpaparan mereka sangat tinggi,” kata Adib.
Hasil survei yang dilakukan oleh Tim Koordinator Residen ini telah dipaparkan kepada pemerintah pada awal pekan ini.
Adib mengatakan, dari pemerintah ada Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo, dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam.
Baca juga : BNPB Kerahkan Helikopter Untuk Daerah Terpencil
Adapun Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang juga diundang dalam paparan secara virtual itu, tak hadir.
Adib mengatakan, survei ini sangat penting untuk menggambarkan kondisi psikologis dokter secara umum. Meski baru diterapkan pada dokter residen, namun setidaknya hal tersebut bisa mencerminkan situasi psikologis dokter saat ini.
“Pemerintah menerima masukan dan saran ini dengan baik. Mereka berjanji akan memperbaiki dan mendukung dengan lebih baik kerja dari dokter residen,” tukasnya. [BCG]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.