Dark/Light Mode

ILUNI UI Buat Riset Untuk Skenario Indonesia 2045

Selasa, 10 November 2020 16:32 WIB
Ketua Umum ILUNI UI Andre Rahadian (Foto: Istimewa)
Ketua Umum ILUNI UI Andre Rahadian (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Bagaimana masa depan Indonesia menjelang 100 tahun kemerdekaan di 2045 dan setelah revolusi digital dan pandemi Covid-19 menjadi sebuah skenario yang perlu direncanakan. Demikian intisari Diskusi Publik dan Peluncuran Riset Masa Depan Indonesia: Manusia dan Pemimpin Indonesia 2045, yang digelar Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI IU), secara virtual, Selasa (10/11).

Dalam sambutannya, Ketua Umum ILUNI UI Andre Rahadian menekankan pentingnya perencanaan Indonesia 2045 dari sekarang. Makanya, ILUNI UI akan membuat riset mengenai skenario Indonesia di 2045. “Banyak game changer di beberapa tahun belakang, mulai dari revolusi 4.0, masuknya kecerdasan buatan (artificial intelligence), dan pandemi Covid-19, membuat kita harus bersiap dan menjadi orang-orang yang tahan dan agile (tangkas) akan segala macam perubahan,” ujarnya. 

Dia menyebutkan, riset ILUNI UI ini akan menjadi penelitian komprehensif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan menuju Indonesia di tahun 2045. Yaitu para mahasiswa dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa UI (BEM UI), serta para alumni dan akademisi UI. “Kita harapkan juga masukan dari guru-guru besar UI. Semoga hasil risetnya bisa jadi masukan untuk pemangku kepentingan,” imbuh Andre.

Baca juga : Fadjroel: UU Ciptaker Untuk Masa Depan Indonesia Maju

Ketua ILUNI UI Rahmat Yananda menambahkan, proyek riset bertajuk ‘Masa Depan Indonesia: Manusia dan Pemimpin Indonesia 2045’ ini merupakan perencanaan skenario manusia Indonesia untuk menghadapi situasi Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA) akibat revolusi digital dan pandemi Covid-19. “Pandemi akan menjadi kekuatan primer menambah ketidakpastian dan kompleksitas serta mempengaruhi perkembangan megatren. Untuk itu, kegiatan riset ini mencoba mengantisipasi masa depan Indonesia menjelang berusia 100 tahun,” ungkap Rahmat.  

Dalam penjelasannya, Rahmat mengatakan, VUCA menjadi isu penting untuk menghadapi dunia yang tidak pasti. Menurutnya, manusia saat ini tidak bisa hidup dalam situasi statis dan harus siap dengan situasi kekacauan (chaos). VUCA dinilai jadi determinan utama dalam menentukan arah tren ke depan. ”Kita tidak membayangkan dunia akan meredup selama 7 bulan semenjak virus COVID-19 diumumkan menyebar di Wuhan. Dalam lima tahun pertumbuhan ekonomi bertahan di 5 persen, lalu tiba-tiba dalam waktu sebentar jadi minus,” ujarnya.

Dia lalu menjabarkan perencanaan skenario akan menggunakan kerangka waktu dan peta jalan selama 25 tahun, terhitung dari 2020 sampai dengan 2045. Riset gabungan ILUNI 4.0, Policy Center, dan ILUNI UI ini disebut akan mengangkat lima isu yakni teknologi informasi, Covid-19 dalam aspek psikologi sosial di Indonesia, globalisasi, perempuan dan lingkungan, serta demografi dan gender. “Sebelum riset tersebut dilaksanakan, ILUNI UI memerlukan masukan dan saran dari berbagai pihak agar riset yang dihasilkan komprehensif dan telah dilakukan review oleh ahli dan akademisi UI,” sebut Rahmat. 

Baca juga : Satu Laut yang Menyatukan Indonesia

Sementara, Ketua ILUNI 4.0 Fithra Faisah Hastiadi mengatakan, banyak pakar menyebut bahwa Covid-19 mempercepat perubahan masa depan. Selanjutnya, dari pertumbuhan ekonomi terkontraksi dua kuartal berturut-turut, ternyata sektor informasi, komunikasi, dan teknologi justru tumbuh di atas rata-rata. “Ada perubahan perilaku karena orang-orang bekerja lebih efektif dan efisien. Tapi, di sisi lain ada tantangan karena kita berada dalam bonus demografi,” ungkapnya.

Pakar ekonomi UI itu menambahkan, menurut Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB UI), peluang bonus demografi akan selesai di 2030. Sementara, untuk bisa lolos dari Perangkap Pendapatan Menengah (Middle Income Trap), bonus demografi tersebut harus dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6-6,5 persen. Pertumbuhan tersebut harus ditopang dengan pertumbuhan produktivitas. Namun, permasalahan lainnya dari 7 juta pengangguran, 4 juta penduduk berusia 15-24 tahun mendominasi angka pengangguran. 

“Segala permasalahan tadi kuncinya cuma satu, yaitu pendekatan teknologi. Untuk membuat pertumbuhan lebih inklusif, maka teknologi juga lebih inklusif. Pemberdayaan dari masyarakat di level terbawah hanya bisa terjadi kalau masyarakatnya sudah berdaya dan bisa memanfaatkan teknologi dengan baik,” pungkas Fithra. [KW]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.