Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kasus Suap Red Notice Djoko Tjandra

Rekaman CCTV Di Kantor Napoleon Sudah Terhapus

Selasa, 8 Desember 2020 00:17 WIB
Napoleon Bonaparte (foto: Mohamad Qori)
Napoleon Bonaparte (foto: Mohamad Qori)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hakim mempersoalkan tidak adanya rekaman CCTV di lantai 11 Gedung Trans National Crime Center (TNCC) Mabes Polri.

Di lantai inilah Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte berkantor ketika menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.

Rekaman CCTV yang digunakan dalam penyidikan kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra diambil dari lantai 1 Gedung TNCC.

“Yang di lantai 11 tidak pernah muncul. Sehingga menimbulkan pertanyaan. Apa alasan tidak dibuka?” cecar ketua majelis hakim M Damis kepada Fransiscus Aryo.

 Sekretaris pribadi Napoleon semasa menjabat Kadivhubinter itu dihadirkan sebagai saksi pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin.

Frans dihadirkan bersama sekretaris pribadi Napoleon lainnya, Dwi Jayanti Putri. Mereka dicecar mengenai tamu-tamu yang pernah datang ke ruang kerja kantor Napoleon di lantai 11. Seharusnya kedatangan tamutamu itu terekam CCTV. Menurut Frans, ada 10 CCTV di lantai 11.

“CCTV yang memasang pejabat sebelumnya. Secara sistem hanya simpan seminggu, kemudian ter-delete kami juga tidak cek lagi,” dalihnya.

Baca juga : Brigjen Prasetijo Utomo Dituntut 2,5 Tahun Penjara

Frans mengaku pernah beberapa kali menerima kedatangan Tommy Sumardi dan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo yang hendak bertemu Napoleon.

 Ia menyebutkan, Prasetijo dua kali mendatangi ruangan Napoleon pada April 2020.

Sedangkan Tommy pernah empat kali datang, yakni 16, 28 dan 29 April serta 4 Mei 2020.

Menurut Frans, saat datang pada 29 April Tommy tak bertemu Napoleon. Sebab jenderal bintang dua itu sedang tak ada di ruangan, Tommy sempat dua kali datang ke lantai 11 untuk menemui Napoleon.

Ia dikatakan sempat dua kali mendatangi lantai 11 untuk mencari Napoleon, namun tak bertemu di ruangan.

Sedangkan Dwi mengatakan sempat melihat paper bag berwarna merah yang dibawa Tommy pada tanggal 16 April. Namun paper bag tersebut tak pernah keluar dari ruangan Napoleon menurut kesaksian kedua sespri.

Selain memantau tamu yang datang ke ruangan Napoleon, Dwi dan Frans bertugas mengagendakan surat yang akan ditandatangani Napoleon.

Baca juga : Kemenkumham Ragukan Surat Dari NCB Interpol

Keduanya mengaku tak pernah mencatat ada surat masuk dari Anna Boentaran, istri Djoko Tjandra.

Tolak Rekonstruksi Frans mengaku sempat mengikuti rekonstruksi saat penyidikan kasus ini. Rekonstruksi dilakukan di lantai 11 gedung TNCC Mabes Polri.

Melibatkan dirinya, Dwi, Tommy, Prasetijo dan Napoleon berjalan tidak kondusif. Namun rekonstruksi itu tak berjalan lancar.

Frans mengungkapkan, Prasetijo dan Napoleon menolak rekonstruksi. Mereka berdalih rekonstruksi tidak sesuai dengan kenyataan.

Frans dan Dwi ikut rekonstruksi bersama Tommy. “Saya tidak tahu (punya hak menolak rekonstruksi). Seandainya saya tahu, saya akan langsung menolak,” kata Frans.

Sementara, Dwi mengutarakan tak pernah melihat Tommy dan Prasetijo datang ke lantai 11 tanggal 27 April 2020.

Namun rekonstruksi yang dilakukan seharusnya berdasarkan tanggal 27 itu. Di mana, Dwi memerankan dirinya yang melihat kedatangan Tommy dan Prasetijo datang untuk menemui Napoleon.

Baca juga : Anita Diajak Presentasi Di Ruangan Ses NCB Interpol

 Jaksa penuntut umum kemudian mempertanyakan kenapa Dwi mau mengikuti rekonstruksi tersebut dan memerankan kejadian yang menurut ingatannya tidak terjadi.

Dwi berdalih terbawa suasana rekonstruksi. “Karena pada saat itu ada arahan. Tommy Sumardi berkata, ‘saya di sini kan kamu di situ kan’. Ya saya iya-iya saja,” tuturnya.

Ia juga berdalih tidak mengingat betul kejadian di tanggal 27 April itu. Namun semua agenda tamu yang pernah datang ke ruangan Napoleon dicatat melalui WhatsApp di dalam telepon genggam.

Namun ketika dirinya dan Frans hendak melihat agenda tanggal, handphone keduanya sudah disita Propam Polri.

Pada sidang ini, Napoleon didakwa menerima uang sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar Amerika (AS) untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).

Uang tersebut berasal dari Djoko Tjandra yang diserahkan melalui Tommy Sumardi.

Dengan terhapusnya nama Djoko Tjandra dari red notice dan sistem DPO, buronan kasus cessie Bank Bali itu bisa pulang ke Indonesia tanpa terdeteksi. Djoko pulang untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK) perkaranya.  [GPG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.