Dark/Light Mode

Kasus Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra

Kemenkumham Ragukan Surat Dari NCB Interpol

Jumat, 4 Desember 2020 06:58 WIB
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjalani sidang lanjutan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, (Foto Mohamad Qori)
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjalani sidang lanjutan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, (Foto Mohamad Qori)

RM.co.id Rakyat Merdeka - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sempat meragukan surat dari National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia mengenai status Djoko Tjandra

Kementerian yang dipimpin Prof Yasonna H Laoly itu me­lakukan konfirmasi kepadaNCB Interpol. Inspektur Jenderal Polisi Reynhard Saut Poltak Silitonga yang baru dilantik menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan mengontak Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Nugroho Slamet Wibowo.

“Saya dihubungi Irjen Pol Reynhard Silitonga untuk menanyakan kebenaran surat ini dikirim Interpol atau bukan. Lalu saya jawab, betul dikirim Interpol. Ya sudah, selesai,” kata Bowo saat dihadirkan pada sidang suap penghapusan red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Kemenkumham melakukan konfirmasi setelah Sekretaris NCB Interpol berulang kali mengirim surat mengenai status red notice Djoko Tjandra. Terakhir, surat bernomor B 1036/5/2020/ NCB DIV HI tertanggal 5 Mei 2020 yang ditujukan kepada Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Dirwasdakim) pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.

Dalam surat tersebut, NCB Interpol Indonesia memberi tahu, bahwa status red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem Interpol pusat di Lyon, Prancis. “Jadi Saudara Saksi dihubungi karena (Reynhard) ragu, maka bertanya, sampai harus tanya apakah surat ini dari Divhubinter dan benar isinya, begitu,” tanya Jaksa Penuntut Umum Bima Suprayoga kepada Bowo.

Dia membenarkan. Ia menjelaskan, surat itu dibuat dan dikirim ke Ditjen Imigrasi atas perintah Kepala Divisi hubinter Irjen Napoleon Bonaparte. Sekretariat NCB Interpol Indonesia berada di bawah Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri.

Bowo melanjutkan, surat ke Ditjen Imigrasi ini untuk menindaklanjuti permohonan dari Anna Boentaran, istri Djoko Tjandra. Anna meminta informasi mengenai status red notice suaminya dan memohon agar dihapus dari sistem.

Bowo menuturkan, setelah dilakukan pengecekan, ternyata status red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem Interpol pusat sejak 2014. Lantaran permohonan red notice tidak diperpanjang.

Red notice berlaku 5 tahun. Djoko Tjandra masuk sistem red notice Interpol sejak 2009. Lantaran tidak diperpanjang, status red notice Djoko terdown grade.

“Bisa dilihat (perlintasannya), tapi tidak bisa ditindak,” jelasnya.

Bowo mengutarakan pada 14 April 2020, NCB Interpol telah menyampaikan mengenai status red notice Djoko Tjandra kepada Kejaksaan Agung. Pada 21 April 2020, Kejaksaan Agung mengirim surat ke NCB Interpol yang meminta agar Djoko Tjandra tetap masuk sistem red notice. Surat dari Kejaksaan Agung tidak segera dibalas.

NCB Interpol justru berulang kali mengirim surat ke Ditjen Imigrasi, memberi tahu Djoko Tjandra yang terhapus dari sistem red notice.

Pertama, surat nomor B 1000 tanggal 29 April 2020. Kedua, surat nomor B 1030 tanggal 4 Mei 2020 dan terakhir, surat nomor B 1036 tanggal 5 Mei 2020. “Semua surat itu saya yang tanda tangani,” aku Bowo.

Menurutnya, semua surat itu hanya menginformasikan kepada Ditjen Imigrasi bahwa NCB Interpol bukan institusi yang mengeluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Djoko Tjandra.

“Karena surat bersifat informasi, kita berharap ada langkah yang dilakukan imigrasi dalam mekanisme dalam negeri,” kata Bowo.

Ditjem Imigrasi menyikapi surat NCB Interpol dengan menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem cekal. Akibatnya, buronan Kejaksaan Agung dalam kasus cessie Bank Bali ini bisa masuk ke Indonesia tanpa dicegat. Djoko pulang untuk mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) perkaranya. Setelah skandal ini terkuak, Bowo dicopot dari jabatan Ses NCB Interpol.

Dalam pengusutan kasus dugaan suap penghapusan red notice, Bareskrim menetapkan empat tersangka. Yakni Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi.

Djoko Tjandra -melalui Tommy Sumardi- memberikan 270 ribu dolar Amerika dan 200 ribu dolar Singapura (setara Rp 6,1 miliar) kepada Napoleon. Juga memberikan 150 ribu dolar Amerika (setara Rp 2,2 miliar) kepada Prasetijo, Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim.

Di sidang ini terkuak, Prasetijo menyuruh anggota Divhubinter membuat konsep surat permohonan Anna Boentaran. Setelah jadi, surat diserahkan kepada Prasetijo.

Prasetijo sempat menunjukkan surat ini kepada Tommy. Setelah ditandatangani Anna, surat setebal 9 halaman itu diserahkan kepada Napoleon. Dia menyuruh Bowo menindaklanjuti permohonan Anna dengan menyurati Ditjen Imigrasi.  [BYU]

Baca juga : Anita Diajak Presentasi Di Ruangan Ses NCB Interpol

RM.id  Rakyat Merdeka -

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.