Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Usul Jumlah Massa Demo dibatasi 50 Orang

Tito Dipuji Juga Di-bully

Minggu, 20 Desember 2020 07:59 WIB
Mendagri Tito Karnavian memberikan salam sebelum mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Mendagri Tito Karnavian memberikan salam sebelum mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Dalam Negeri, Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian ikut berkomentar soal pembubaran demo 1812, Jumat (18/12). Agar kasus serupa tidak terulang, Tito usul, jumlah massa demo dibatasi hanya 50 orang. Atas usul ini, Tito dipuji, juga di-bully.

Aksi unjuk rasa di saat negara masih belum bebas dari pandemi Corona memang bikin serba salah. Kalau dibolehkan, demo berkerumun berpotensi menjadi klaster penyebaran Corona. Tapi kalau dilarang, pemerintah dianggap mengekang kebebasan berpendapat.

Hal ini yang terjadi saat demo yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI), Jumat (18/12), di Istana Merdeka. Aksi memprotes penahanan pimpinan FPI Rizieq Shihab itu, dibubarkan oleh personel kepolisian.

Menyikapi kejadian itu, Tito mengambil jalan tengah. Mantan Kapolri ini mengusulkan, massa yang dibolehkan melakukan unjuk rasa dibatasi 50 orang saja. Agar tidak terjadi kerumunan seperti aksi unjuk rasa yang pernah terjadi.

“Sama seperti kita membatasi (jumlah orang) di pemilihan kepala daerah, kemarin,” cetusnya saat menjadi pembicara dalam ajang penghargaan Innovative Government Awards (IGA) 2020 di Jakarta, Jumat, (18/12).

Baca juga : Guru Besar UI: Deklarasi Papua Merdeka Tak Diakui Negara Lain

Tito khawatir, penularan Covid-19 semakin menjadi-jadi (superspreader) bila kerumunan yang tercipta akibat aksi unjuk rasa tidak dibatasi. Dengan begitu, penyampaian pendapat tetap bisa dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan (prokes).

Selain aspirasi massa aksi tersampaikan, tenaga pelacak (tracer) Covid-19 pun lebih mudah melakukan pelacakan (tracing) orang yang mengikuti aktivitas penyampaian pendapat tersebut apabila ada yang dinyatakan positif Covid-19. Sehingga, risiko penularan masih bisa ditekan.

Demo boleh, penyampaian pendapat di muka umum, freedom of expression, silakan.

Tapi di dalam aturan, aturan induk, namanya ICCPR (International Covenanton Civil and Political Rights). Itu dokumen PBB, pasal 9 tidak menyebutkan tidak ada pembatasan, tetapi menyebutkan tidak ada intervensi,” kata Mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Meskipun tujuannya baik, usulan Tito ini menuai pro dan kontra. Ada yang memuji, tapi ada juga yang menolak, bahkan mem-bully.

Baca juga : Puncak Kasus Corona Tidak Bisa Diprediksi

Anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengakui, usulan itu sebenarnya sulit terimplementasi di lapangan. Namun, bila dilihat dari kacamata kesehatan, usulan Tito itu realistis.

Hermawan menjelaskan, satu pendemo saja tidak taat prokes, dampaknya akan luas. Terlebih, jika satu orang itu sebenarnya orang tanpa gejala (OTG). Maka, virus bisa menyebar dengan cepat kepada mereka yang abai prokes.

“Karena kalau orang demo, pasti berorasi, kalau orasi itu pasti ada suatu kerumunan. Jangan lupa, teriakan memungkinkan droplet itu terlontar dari setiap orang yang tidak bermasker,” kata Hermawan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Anggota Komisi I DPR, Syaifullah Tamliha mendukung usulan Tito. Menurutnya, usulan ini muncul karena Indonesia masih dilanda pandemi. Sementara hak asasi untuk menyampaikan pendapat, tidak boleh dilarang.

“Saat ini sedang pandemi Covid-19. Sehingga wajar pemerintah membatasi peserta demo. Namun, menjadi kewajiban aparat untuk memastikan di lapangan bahwa peserta memang maksimal 50 orang,” kata politisi dari PPP ini.

Baca juga : KSAD Jumlah Secapa AD Sembuh Covid Bertambah 201 Orang

Namun, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur mengkritik usulan tersebut. Dia meminta lulusan akademi kepolisian tahun 1987 itu membaca Pasal 28 Ayat 1 UUD 1945.

“Di sana dinyatakan bahwa pembatasan terhadap hak asasi manusia itu hanya boleh oleh Undang-undang. Tidak bisa (instruksi) pemerintah bikin aturan semena-mena. Itu ciri-ciri negara otoriter,” kata Isnur.

Di dunia maya, usulan Tito ini ditanggapi beragam banyak netizen. “Demo apaan 50 orang. Kalo diangkut polisi, kena semua dong,” cuit @J1lonqted_. “Itu bukan demonstrasi bos @Kemendagri_ RI, tapi lagi antri ambil sembako.. atau lagi demo masak… lier,” timpal akun @ninefor67.

“50 orang, demonya online aja, via zoom,” timpal @AbuHuss1234. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.