Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Vaksinasi Covid Dilakukan Secara Humanis
Rakyat Maunya Bantuan, Bukan Dikasih Ancaman
Selasa, 16 Februari 2021 07:47 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah ingin program vaksinasi benar-benar sukses agar pandemi Corona ini bisa segera berakhir. Agar target itu tercapai, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang berisi ancaman bagi warga yang menolak disuntik vaksin. Namun, ancaman ini banyak dikritik.
Ancaman sanksi bagi penolak vaksin tertuang dalam Perpres Nomor 14 tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Covid-19. Dalam Pasal 13A ayat 4 Perpres itu disebutkan, orang-orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin tapi menolak divaksin bisa kena 3 macam sanksi. Mulai dari penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, sampai denda.
Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menyatakan, meski ada Perpres itu, kesukarelaan masyarakat untuk vaksinasi akan lebih diutamakan dari sanksi administratif tersebut. Ia menekankan, Presiden Jokowi selalu menekankan pendekatan humanis, dialogis, dan persuasif dalam menangani pandemi Covid-19. "Termasuk vaksinasi," kata Fadjroel, di kanal YouTube-nya, kemarin.
Baca juga : Vaksinasi Covid Tahap II Untuk Pekerja Publik Dimulai 17 Februari 2021
Soal sanksi, kata Fadjroel, bukan hanya tertuang di Perpres. Sebelumnya, sanksi administratif hingga pidana sudah ada dalam UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Perpres itu, lanjutnya, merupakan wujud dari kewajiban konstitusional yang harus dijalankan Jokowi. Yaitu menyelamatkan seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan prinsip ‘salus populi suprema lex esto’. "Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," tandasnya.
Namun, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, sanksi itu kurang tepat. Karena vaksinasi itu pada dasarnya adalah hak. "Kalau hak itu, orang boleh ambil, boleh juga nggak," kata politisi PAN ini, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Baca juga : Kemensos dan Sido Muncul Salurkan Bantuan Untuk Korban Bencana
Menurut Saleh, ada banyak langkah yang bisa diambil pemerintah untuk mencapai target cakupan vaksinasi hingga 70 persen masyarakat Indonesia. Antara lain dengan cara mengedukasi masyarakat dengan benar. Ia berkeyakinan, jika diedukasi dengan baik, rakyat tak perlu dipaksa. Rakyat akan datang sendiri meminta divaksin.
Menurutnya, sanksi denda bagi yang ogah divaksin itu tidak adil. Karena ada masyarakat yang mampu membayar denda dan ada juga yang tidak. "Begitu kalau Bansosnya diputus. Akan jadi problem lagi. Bagaimana mereka yang tidak mampu menyambung hidup?" tanya dia.
Mantan Ketua DPR Marzuki Alie juga tidak setuju dengan saksi ini. Melalui akun Twitternya, @marzukialie_MA, dia mengusulkan agar Pemerintah mengubah skenario dari sanksi menjadi reward.
Baca juga : Ganjar Girang Warganya Patuhi Di Rumah Saja
“Misal, bagi yang sudah didaftar untuk divaksinasi, mereka masuk golongan penerima bansos, diberikan insentif berupa uang jalan dan uang makan. Saya yakin vaksinasi akan berhasil. Jangan sanksi,” tulisnya.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya