Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Dana Otsus Aceh Dan Papua Naik Terus, Tapi Tidak Efektif

Rabu, 17 Februari 2021 00:37 WIB
Dana Otsus/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Dana Otsus/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Otonomi Khusus (Otsus) yang diberikan ke Aceh dan Papua belum maksimal meski tiap tahun dananya terus meningkat. Itulah salah satu kesimpulan dari diskusi publik mingguan Forum 100 Ilmuwan Sosial Politik yang digelar LP3ES, secara virtual, kemarin. 

Seri kali ini menjadi sangat menarik karena memperluas cakupan diskusi dari ujung Indonesia ke ujung lainnya, dari Aceh hingga Papua. Tidak hanya menghadirkan perwakilan akademisi di dua wilayah tersebut yang terdiri atas Suraiya Kamaruzzaman (Unsyiah Kuala), Elvira Rumkabu (Uncen), dan Agus Sumule (Unipa), forum ini turut melibatkan Indonesianis dari Australia, Richard Chauvel. 

Aisah Putri Budiarti selaku associate researcher LP3ES sekaligus peneliti LIPI, membuka forum dengan menyampaikan bahwa Otsus di Aceh dan Papua itu mirip, tetapi implementasinya berbeda. Di Aceh, ada amanat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Di Papua juga ada, tetapi implementasi yang bisa terbentuk hanya di Aceh. Berikut juga terkait dengan partai lokal yang hanya ada di Aceh dan tidak dimiliki warga Papua. Hal tersebut tentu saja memiliki implikasi tersendiri. 

Baca juga : Ujian El Grana Naik Kasta Berat

Dana Otsus di Aceh, Papua dan Papua Barat dari 2002 hingga 2018 mencapai Rp 142,5 triliun. Hanya saja, tidak diikuti dengan penurunan angka kemiskinan dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian LIPI, pada 2018, kabupaten dan kota di Papua yang memiliki lebih banyak warga asli Papua ternyata mengalami penurunan indeks pembangunan manusia (IPM) yang semakin rendah. Sehingga sebenarnya, apakah UU Otsus di Papua efektif? 

Agus Sumule merespons pertanyaan tersebut dengan memaparkan beberapa indikasi keefektifan yang tidak terpenuhi. Dari sisi pendidikan, setelah adanya Otsus, pendidikan di Papua ada kenaikan. Tetapi, walaupun meningkat, tidak serta merta diiringi dengan peningkatan IPM yang signifikan dan merata di wilayah Papua. 

Selain itu, dari perspektif pemenuhan Hak Masyarakat Adat, Masyarakat Adat sebenarnya menjadi sorotan dalam Otsus, bahkan kata “adat” pun 109 kali disebut dalam regulasi tersebut. Tetapi walaupun begitu, justru masyarakat adat lah yang terus diabaikan dan tidak memperoleh sorotan. Hal ini menjadi salah satu penyebab atas tidak efektif-nya Otsus di Papua. 

Baca juga : Divaksinasi, Ketua PBNU Tak Rasakan Efek Samping

Sebagai pembanding, Suraiya Kamaruzzaman memaparkan bagaimana Otsus di Aceh juga tidak menunjukkan keefektifan sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Memang, setelah adanya dana Otsus di Aceh, hingga tahun 2020 angka kemiskinan terus menurun hingga mencapai 14,99 persen dan angka pengangguran sebesar 6,2 persen. Tetapi, realitanya, uang Otsus Aceh hampir tidak ada yang di-plot untuk proyek-proyek yang prestisius dan monumental. Di sisi lain, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, angka stunting juga konflik tanah dan politik juga meningkat. 

Richard Chauvel pun membawa diskusi ke dalam aspek pemekaran wilayah. Ia memaparkan, pada awal Otsus Papua ditetapkan, politik dan pemerintahan dipusatkan di Jayapura dengan hanya 12 kabupaten/kota. Tetapi sekarang jumlahnya semakin meningkat. Pada tahun 2020 saja Papua sudah memiliki dua provinsi dengan 42 kabupaten/kota. Melalui proses pemekaran otonomi baru, akibatnya semakin meningkat lah elite lokal di daerah-daerah di Papua. 

Pluralisme, pola pemukiman dan pemekaran memungkinkan dua tipe kabupaten/kota yang sangat heterogen dari perspektif sosial-budaya, etnis, ekologi dan jumlah penduduk. Meskipun begitu, masih ada tuntutan dari masyarakat lokal tentang keterwakilan Orang Asli Papua di jajaran kepemimpinan, hal ini juga dipertegas melalui Otsus. Tetapi tuntutan representatif tersebut masih belum terpenuhi karena perwakilan OAP masih belum setara karena susunan masyarakat yang semakin plural. 

Baca juga : Waspada! Kasus Kematian Masih Terus Bertambah

Terakhir, Elvira Rumkabu menyampaikan, Otsus tidak efektif dalam membangun resolusi konflik di Tanah Papua. Perbedaan implementasi Otsus di Papua dan Aceh menjadi salah satu faktor utama, menyotori tidak ada diskusi yang setara dan substantif yang dilakukan di Papua. Sehingga, Otsus tidak memiliki kekuatan yang mampu mengikat komitmen politik pemerintah. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.