Dark/Light Mode

Jadi Bos di PT ACK, Amri dan Bachtiar Tak Punya Kewenangan Apa-apa

Kamis, 11 Maret 2021 00:53 WIB
Sidang kasus suap izin ekspor benih lobster dengan terdakwa bos PT DPPP Suharjito di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3). (Foto: Bhayu Aji Prihartanto/Rakyat Merdeka)
Sidang kasus suap izin ekspor benih lobster dengan terdakwa bos PT DPPP Suharjito di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3). (Foto: Bhayu Aji Prihartanto/Rakyat Merdeka)

 Sebelumnya 
Dalam surat dakwaan Suharjito disebutkan, Edhy Prabowo membeli bendera perusahaan PT ACK milik Siswadhi Pranoto Loe melalui Amiril. Amiril kemudian mengubah akta perusahaan dengan memasukkan nama Nursan dan Amri yang merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo dalam struktur PT ACK.

PT ACK lalu bekerja sama dengan PT PLI. PT PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp 350 per ekor BBL dan PT ACK menetapkan biaya sebesar Rp 1.450 per ekor BBL sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor BBL adalah sebesar Rp 1.800 per ekor BBL.

Baca juga : Siaga Karhutla

Biaya itu diterima PT ACK dan dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan prosentase kepemilikan sahamnya, yaitu Nursan 41,65 persen, Amri 40,65 persen dan Yudi Surya Atmaja 16,7 persen, serta PT Detrans Interkargo sebanyak 1 persen.

Nursan lalu meninggal dunia sehingga namanya diganti oleh Achmad Bachtiar yang juga representasi Edhy Prabowo.

Baca juga : Sandiaga Uno Bocorkan Spot Terbaik Lihat Keindahan Danau Toba

Kalau "deviden" itu dirupiahkan, besaran untik Achmad Bachtiar Rp 12,312 miliar, Amri Rp 12,312 miliar, dan Yudi Surya Atmaja Rp 5,047 miliar. Tapi uang itu dikelola Amiril atas sepengetahuan Edhy Prabowo dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy Prabowo.

Dalam perkara ini, Suharjito didakwa menyuap menteri Edhy Prabowo sebesar 103 ribu dolar AS atau setara Rp 1,48 miliar dan Rp 760 juta dalam kurun waktu Mei hingga November 2020.

Baca juga : Polri Imbau Masyarakat Tak Spekulasi Penyebab Kematian Ustaz Maaher

Pemberian suap tersebut bertujuan agar Edhy Prabowo mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor benur kepada PT DPPP, milik Suharjito.

Uang suap itu diberikan melalui perantara. Di antaranya lewat dua staf khusus menteri KKP, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; kemudian Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi, istri Edhy yang juga anggota DPR. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.