Dark/Light Mode

Penanganan Kasus Jiwasraya Bisa Jadi Ancaman Bagi Pasar Modal Indonesia

Rabu, 2 Juni 2021 18:11 WIB
Foto: Ist
Foto: Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Penegakan hukum yang agresif dalam kasus gagal bayar Jiwasraya disebut berdampak terhadap kondisi pasar modal di dalam negeri. Dampak terbesar dari kasus Jiwasraya bukan pada penurunan nilai IHSG, melainkan pada menyusutnya jumlah transaksi di pasar modal, baik yang dilakukan oleh investor institusi maupun investor ritel.

"Begitu juga dengan frekuensi transaksi harian di bursa yang turut melambat," ujar Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azhar dalam rilis laporan berjudul, 'Penegakan Hukum yang Mengganggu Roda Perekonomian: Kasus Jiwasraya dan Dampaknya Terhadap Pasar Modal Indonesia', Rabu (2/6).

Lewat laporan Lokataru ini, lanjut Haris, diketahui, sebelum dinyatakan gagal bayar, Jiwasraya memiliki cadangan dana yang mumpuni. Tapi ketika dinyatakan gagal bayar, cadangan dana tersebut mengalami pembekuan, tidak bisa digunakan. Ujungnya, nasabah serta pihak ketiga tidak bisa mengakses hak mereka.

Baca juga : Pulang Kampung, Ini Janji Garcia Di Barcelona

Laporan ini juga mengungkap sejumlah kejanggalan yang masih tersisa pasca pengungkapan kasus tersebut. Pertama, bebernya, saat diumumkan gagal bayar, Jiwasraya sebenarnya masih memiliki aset tunai yang lebih dari cukup untuk membayar klaim jatuh tempo tersebut.

Kedua, guliran pernyataan lebih deras dan mendahului daripada penyelesaian skema bisnis untuk melindungi hak pihak ketiga, nasabah dan lain-lain. "Penawaran penyelesaian skema bisnis baru muncul belakangan, itu tanpa melibatkan, cara dan kepentingan, para nasabahnya," imbuhnya.

Ketiga, lanjut Haris, akibat pernyataan gagal bayar, timbul market chaotic. Para pemegang saham Jiwasraya berbondong-bondong mulai menarik dananya. Selain itu, pada saat yang sama, tidak ada lagi nasabah baru yang mau membeli produk asuransi Jiwasraya.

Baca juga : KBRI Den Haag Gemakan Diplomasi Budaya Ke Friends of Indonesia

Keempat, gagal bayar dianggap sebagai kasus korupsi, yang kemudian ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). "Penahanan pada sejumlah nama, justru memperburuk kondisi pasar saham bukan hanya Jiwasraya, antusiasme pasar modal menurun," tutur Haris.

Lebih lanjut, Lokataru menilai, penyelesaian yang berlarut-larut kendati perseroan memiliki cash yang cukup untuk membayar kewajiban kepada para pemegang polis telah mengganggu kepercayaan yang telah dibangun bertahun-tahun.

Setelah kasus menyeruak, hampir seluruh pemegang polis yang ada tidak bersedia memperpanjang kontrak asuransinya. Bahkan, pemegang polis untuk kontrak berjalan pun ikut-ikutan mengakhiri kontrak.

Baca juga : Perdana, Program Taste of Australia Hadir Di Indonesia

"Alih-alih mengupayakan kembalinya uang nasabah, proses pengungkapan dan penegakan hukum justru menyebabkan utang klaim yang terus berlarut-larut, sehingga malah mempercepat runtuhnya kredibilitas Jiwasraya di mata nasabahnya, yang kemudian merembet pada terganggunya kinerja pasar saham Indonesia," kritiknya.

Diketahui, penyidik Kejagung menilai kegagalan bayar Jiwasraya sebagaimana audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yakni sebesar Rp 16,8 triliun merupakan kerugian negara.

Kerugian tersebut berasal dari transaksi pembelian langsung atas empat saham, dan transaksi pembelian saham (indirect) melalui 21 Reksadana 13 Manajer Investasi yang diklaim dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.