Dark/Light Mode

KPK: Pelanggaran Kegiatan Usaha Berpotensi Diikuti Tindak Pidana Korupsi

Senin, 7 Juni 2021 17:27 WIB
Foto: Humas KPK
Foto: Humas KPK

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan, pelanggaran kegiatan usaha berpotensi diikuti tindakan korupsi, khususnya pelanggaran yang terkait dengan lingkungan dan perpajakan.

Demikian disampaikan Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria dalam rapat kolaborasi penanganan kasus SDA dan lingkungan hidup di Kota Sorong, Papua Barat di Swiss-Belhotel Sorong pada Senin (7/6).

"Tujuan utama pertemuan hari ini, yaitu melakukan verifikasi atas laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran oleh salah satu perusahaan tambang batu yaitu PT BJA. Potensi pelanggaran terkait tata ruang, lingkungan, kawasan hutan dan pajak. Aktivitas kegiatan ada di Kota Sorong tetapi NPWP berada di Jakarta," ujar Dian.

Saat ini di Kota Sorong, terdapat aktivitas tambang galian C yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang mengeruk material tanah di kawasan wisata Tanjung Kasuari. Kegiatan itu diduga menimbulkan kerusakan lingkungan di daerah tersebut.

"Hal ini ditengarai dengan adanya perubahan warna pada air laut dari warna hijau kebiru-biruan menjadi keruh kecoklatan," terangnya.

Tidak hanya itu, sambung Dian, kondisi pantai yang dulunya berpasir kini menjadi dipenuhi batu kerikil, ditambah lumpur menumpuk di dasar air laut.

Sementara itu, dalam dokumen RTRW Kota Sorong tahun 2014, lokasi kegiatan penambangan galian C di Tanjung Saoka merupakan Kawasan hutan produksi terbatas dan sempadan pantai. Selain itu, terdapat proyek pemecah ombak Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2019-2020 yang menurut laporan menggunakan pasir laut di lokasi.

Baca juga : BMKG Ingatkan Potensi Hujan Petir di Jaksel dan Jaktim Sore Ini

Berangkat dari laporan ini, KPK berkolaborasi dengan setidaknya 10 instansi, yaitu Kemenko Polhukam, Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ATR/BPN, KPP Pratama Sorong, KSOP Sorong, Pemerintah Daerah, unsur penegak hukum di Kota Sorong, serta Yayasan Auriga Nusantara.

Dalam kunjungan lapangan, KPK juga mengingatkan seluruh pelaku usaha agar mematuhi aturan antara lain menyiapkan kolam timbun, menutup bak truk, melunasi pajak galian C mengacu kepada Perda Kota Sorong nomor 1 tahun 2020, serta menyampaikan salinan surat jalan di pos pantau setiap saat truk melintas dan mencantumkan volume pada bukti pembayaran pajak self-assesment.

Sedangkan kepada Pemerintah Kota Sorong, KPK meminta untuk memastikan Bapenda menjadi penagih pajak dan Dinas teknis mendukung data seperti volume tambang, serta memastikan pemberian sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang tidak kooperatif.

Terakhir, KPK menekankan pentingnya kolaborasi seluruh perangkat pemerintah untuk mencegah kebocoran dan menindak tegas pelanggaran pencemaran perairan akibat tambang galian C. Diharapkan juga terdapat sinergi dalam penanganan dampak aktivitas tambang.

"Data tersebut juga kemudian dapat menjadi acuan untuk penagihan pajak galian C. Bicara pelanggaran pajak daerah, tahun 2020 lalu masuk hanya sekitar Rp1,5 miliar dan tahun ini belum ada masuk sama sekali pajak Kota Sorong, dan pajak mineral bukan logam. Padahal dari perhitungan kasar saja, tidak kurang potensi pajaknya Rp30 Miliar dalam setahun ke Pemda," tutup Dian.

Merespon KPK, Asisten 1 Pemkot Sorong, Rahman, menyampaikan, menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2014, untuk minerba mengacu kepada aturan di Pemerintah Provinsi. Sementara pajak di Pemerintah Kota.

"RTRW Perda nomor 5 tahun 2014 saat ini sedang proses revisi, RZWP3K kewenangan provinsi dan sedang dalam proses integrasi. Tinggal 2 tahapan lagi. Pertambangan boleh dilakukan jika mempunyai izin provinsi. Untuk masalah reklamasi kalau memang itu manfaatnya untuk Kota Sorong lebih besar, maka dimasukan dalam RTRW," ujar Rahman.

Baca juga : Kemarau Tiba, BMKG Ingatkan Potensi Karhutla Juni Hingga Oktober

Kehadiran tambang, tambah Rahman, seharusnya selain berdampak baik untuk ekonomi nasional juga berdampak baik pada ekonomi lokal. Namun faktanya, Pemkot telah dirugikan selama bertahun-tahun dan masyarakat juga terkena dampak.

"Kita menyadari investasi harus tetap jalan namun lingkungan juga perlu tetap diperhatikan. Perlu dilakukan evaluasi perizinan dan juga setoran pajaknya," tegasnya.

Sementara itu, Plt Direktur PPSDK Kementerian Kelautan dan Perikanan Eko Rudianto menyampaikan, model kolaborasi semacam ini perlu terus didorong karena sumber daya alam harus dijaga.

Ditambah, dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja, pelanggaran itu tidak semata-mata ujungnya pidana tetapi untuk kasus yang merusak, membahayakan lingkungan dan manusia bisa langsung diutamakan pidana. Sebab, menurutnya, fokus hukum pidana tidak menyelesaikan masalah dampak di lapangan.

"Pencemaran dan perusakan untuk kasus sumber daya alam itu bagai 2 anak kembar. Koordinasi penting agar menyepakati siapa berperan apa. Orang melanggar itu bisa bermacam-macam karena tidak tahu, karena kebutuhan, dan karena keinginan. Sanksi administrasi sekarang itu ada dendanya," kata Eko.

Sementara Kepala Loka PSPL Sorong Santoso menyampaikan, mengacu pada dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau RZWP3-K Provinsi Papua Barat, lokasi penambangan sejumlah perusahaan merupakan Kawasan Strategis Nasional-Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati KSN09 dan Kawasan sempadan pantai.

Kegiatan yang tidak diperbolehkan di kawasan pariwisata salah satunya pembuangan sampah dan limbah.

Baca juga : Megawati Yakin Kebijakan SIN Pajak Efektif Cegah Korupsi

"Namun, kami tidak bisa menindaklanjuti karena menyangkut wilayah darat dan alhamdulilah saat ini semua instansi ada sehingga bisa berkolaborasi. Diperlukan informasi dan data dari instansi yang hadir untuk tindaklanjut kasus yang terjadi," ujar Santoso.

Sementara KPP Sorong yang diwakili oleh Bambang Setiawan mengatakan, kegiatan ini dapat jadi mirroring untuk wilayah lain terutama untuk kepatuhan beberapa perusahaan yang belum melaporkan SPT-nya.

Dia menjelaskan untuk pembayaran pajak keseluruhan, baik itu 21, 22, 23, PPn final, Ppn impor, dan lainnya, mengalami penurunan di tahun 2020 dan berdampak pada penerimaan negara. Terkait sektor PBB-P5L, ada perbedaan antara luas IUP yang jauh lebih besar dibandingkan dengan SPOP.

Karenanya, Bambang menilai, koordinasi dalam hal ini perlu dilakukan karena luasan IUP yang ada di lapangan dengan yang dilaporkan berbeda.

Pertemuan dilanjutkan dengan peresmian pos pantau pengangkutan hasil tambang galian C oleh Wali Kota Sorong dan kunjungan lapangan ke 5 perusahaan yang terdapat di lokasi wisata Tanjung Kasuari.

Pos pantau tersebut diharapkan dapat menjadi referensi Pemda terkait akurasi jumlah rit dan volume galian yang dibawa dari lokasi tersebut. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.