Dark/Light Mode

Bicara Utang 6.000 Triliun

Jokowi: Aman

Sabtu, 26 Juni 2021 07:50 WIB
Presiden Jokowi dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6/2021). (Foto: Setkab)
Presiden Jokowi dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6/2021). (Foto: Setkab)

RM.id  Rakyat Merdeka - Besarnya utang pemerintah yang mencapai Rp 6.000 triliun membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khawatir. Lembaga audit negara itu takut pemerintah tidak sanggup bayar. Menanggapi kekhawatiran BPK tersebut, Presiden Jokowi mengatakan, utang masih aman.

Kekhawatiran BPK disampaikan saat menyampaikan review atas pelaksanaan kesinambungan fiskal dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 kepada Presiden, di Istana Negara, kemarin. Review tersebut termasuk penilaian BPK terhadap tren penambahan utang pemerintah yang jumlahnya semakin membengkak.

Ketua BPK, Agung Firman Sampurna mengatakan, khawatir pemerintah tidak bisa membayar utang. Pasalnya, tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara.

Baca juga : Pendukung Jokowi Jangan Emosi

“Sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah membayar utang dan bunga utang,” ujar Agung.

Kenapa BPK khawatir? Kata Agung, jumlah utang tersebut belum memperhitungkan unsur kewajiban pemerintah yang timbul. Indikator kerentanan utang tahun 2020 diketahui melampaui batas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) dan International Debt Relief (IDR).

Bagaimana tanggapan Jokowi soal kekhawatiran utang tersebut? Eks Gubernur DKI Jakarta ini memastikan, defisit anggaran dibiayai dengan memanfaatkan pembiayaan yang aman. Selain itu, dilaksanakan secara responsif untuk mendukung kebijakan counter cyclical, dan mendukung akselerasi pemulihan sosial ekonomi. Utang juga dikelola secara hati-hati, kredibel dan terukur.

Baca juga : Barata Jadi Pemasok Turbin PLTU Jawa 9 Dan 10

Jokowi pun meminta para menteri, kepala lembaga, dan kepala daerah merespons rekomendasi BPK. Apalagi, pandemi belum berakhir. Sehingga waspada adalah hal yang penting dilakukan. Contohnya. Sejak pandemi, pemerintah telah melakukan langkah tak biasa dengan refocusing dan realokasi anggaran. Bahkan, defisit anggaran diperlebar sampai di atas 3 persen.

“Pelebaran defisit harus kita lakukan. Mengingat kebutuhan belanja negara makin meningkat untuk penanganan kesehatan dan perekonomian pada saat pendapatan negara mengalami penurunan,” bebernya.

Hal senada dikatakan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo. Menurut dia, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah mengupayakan untuk menekan biaya utang di tengah kebutuhan pembiayaan yang besar di masa pandemi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.