Dark/Light Mode

Bicara Utang 6.000 Triliun

Jokowi: Aman

Sabtu, 26 Juni 2021 07:50 WIB
Presiden Jokowi dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6/2021). (Foto: Setkab)
Presiden Jokowi dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6/2021). (Foto: Setkab)

 Sebelumnya 
“Tahun 2020 pemerintah telah mengelola pembiayaan APBN dengan kebijakan extraordinary yang menjaga pembiayaan pada kondisi aman,” katanya dikutip dari akun Twitternya @prastow, kemarin.

Yustinus menjelaskan, pandemi membuat negara-negara di dunia menghadapi situasi yang tidak biasa. Pemerintah harus memberikan stimulus untuk menjaga perekonomian.

Ia menjelaskan, terkait batas aman utang, IMF sudah menetapkan angka untuk Indonesia yaitu rasio utang 25-30 persen. Sayangnya, kata dia, pandemi terjadi dan berdampak pada rasio utang 2020 yang meningkat menjadi 39,39 persen.

Baca juga : Pendukung Jokowi Jangan Emosi

Yustinus menyebut, kondisi Indonesia masih lebih baik dibandingkan Filipina yang mengalami rasio utang sampai 48,9 persen, Thailand 50,4 persen, China 61,7 persen, Korea Selatan 48,4 persen, dan Amerika Serikat 131,2 persen.

Bagaimana tanggapan ekonom soal utang negara? Ekonom senior, Faisal Basri mengatakan, 87 persen utang pemerintah adalah berupa surat utang yang beredar di pasar dan tak bisa dijadwal ulang. “Jika ada aksi jual, semaput kita,” cetusnya melalui akun @faisalbasri.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira sepakat, tren peningkatan utang ini berimplikasi terhadap beban bunga dan pokok yang harus dibayar. Catatannya, beban bunga utang saat ini tembus Rp 373 triliun per tahun atau setara 25 persen penerimaan pajak.

Baca juga : Barata Jadi Pemasok Turbin PLTU Jawa 9 Dan 10

Kekhawatiran selanjutnya, karena ada proyeksi rupiah bakal melemah yang diakibatkan taper tantrum. Kondisi ini menyebabkan beban bunga utang pinjaman luar negeri akan melesat signifikan. Bhima menyarankan, pemerintah buru-buru mengajukan fasilitas penghapusan pokok pinjaman atau keringanan bunga kepada kreditur seperti Bank Dunia.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, pandemi terbukti menggerogoti keuangan di banyak negara. Tak sedikit negara di dunia yang defisit fiskalnya melebar.

“Kalau kita disibukkan dengan menjaga utang, yang dikorbankan adalah penanggulangan pandemi. Biayanya justru akan jauh lebih besar nanti,” tukas Piter. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.