Dark/Light Mode

GMNI Harap SKB 3 Menteri Tak Jadi Dalil Diskriminasi

Rabu, 8 September 2021 17:42 WIB
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). (Foto: Ist)
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) geram atas peristiwa pengrusakan dan pembakaran tempat ibadah Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), Jumat (3/9) lalu. Kejadian intoleran seperti ini, jangan sampai terulang kembali.

"Gerakan intoleran dan ekstrimisme atas nama simbolik, tidak bisa dibenarkan, dengan dasar apapun," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP GMNI Rival Aqma Rianda di Sekretariat Wisma Trisakti, di Jakarta, Rabu (8/9).

Rival menganalisa, Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, antara Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, Nomor 3 Tahun 2008 memiliki celah legalitas diskriminasi atas penganut  Ahmadiyah.

Baca juga : Marc Klok-Rashid Bakal Jadi Duet Maut Di Persib

Untuk diketahui, SKB tentang Peringatan dan Perintah kepada Jemaat Ahmadiyah ini berisi tentang perintah menghentikan kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam. Pun, jemaah Ahmadiyah yang tidak mengikuti ketentuan itu akan diberi sanksi.

Aktivis mahasiswa ini mengatakan, regulasi ini harus di-clearkan. Jangan sampai, SKB 3 Menteri hanya sebatas sajian legitimasi oleh oknum kelompok tertentu sebagai dalil untuk membuat aksi-aksi brutal yang bertentangan dengan hukum negara. "Ini harus clear," pintanya.

Harapannya, praktik diskriminatif terhadap agama, kelompok, apapun itu yang menganut paham-paham yang melahirkan perbedaan tidak terjadi lagi.

Baca juga : Menteri ESDM: Anak Muda Jadi Pelopor Energi Bersih

Rival menegaskan, negara harus bertindak tegas terhadap upaya kekerasan. Termasuk, pengrusakan tempat ibadah. Menilik UUD 1945, setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan perlindungan, pengayoman oleh negara. Disusul dengan pasal 28 E Ayat 1.

"Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali," tegasnya.

Peristiwa terjadi di Kabupaten Sintang 3 September 2021 ini juga mengingatkan kita kembali pada 30 September 1960 silam tepatnya kala itu Sang Proklamator Soekarno berpidato di Muka Sidang Umum PBB Ke - 15 tentang To Build The Word A New (Membangun Dunia Kembali).

Baca juga : Mantan Menteri Afghanistan Kini Jadi Kurir Gowes Di Jerman

"Negara Pancasila itu harus benar-benar nyata dan berwujud sesungguhnya untuk semua bangsa dan semua manusia khususnya warga Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa dilebeli dengan latar belakang apapun itu," pungkasnya. [BSH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.