Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kontrol Personel Di Lapangan

Akademisi Saran Pasang Aplikasi Dan Kamera Di Tubuh Polisi

Kamis, 21 Oktober 2021 14:29 WIB
Pengamat Sosiologi Hukum Trubus Rahardiansyah. (Foto: Ist)
Pengamat Sosiologi Hukum Trubus Rahardiansyah. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Peristiwa kekerasan dan penyimpangan yang dilakukan anggota polisi dan viral di media belakangan ini menunjukkan poin kritis Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam perubahan aspek kelembagaanyang lebih komprehensif.

Pengamat Sosiologi Hukum Trubus Rahardiansyah mengungkapkan, berbagai fenomena itu terjadi pada wilayah social relations dan service delivery. Alahasil dapat dilihat langsung oleh masyarakat.

"Dengan keterbukaan informasi melalui berbagai platform media sosial, penilaian masyarakat akan langsung mengarah pada institusi. Inilah mengapa perubahan aspek kelembagaan perlu pendekatan yang lebih komprehensif," terang Trubus kepada media di Jakarta, Kamis (21/10).

Trubus merinci, aspek kelembagaan tersebut pangkalnya pada peningkatan fungsi pengawasan. Fungsi ini berada pada wilayah service delivery yang tengah disorot mengandung kekerasan.

Baca juga : Polda Metro Gelar Layanan SIM Keliling, Cek Lokasinya Di Sini

"Contohnya kemarin tindakan bantingan yang dianggap berlebihan, kemudian laporan yang tidak diproses atau dihentikan secara tidak relevan," tuturnya.

Di luar itu, pada wilayah permasalahan inti yang sedang disorot, yakni social relations, maka hal ini harus ditempuh dengan reformasi kultural. "Cakupan ini harusnya menjadi tindak lanjut Kapolri, setelah melakukan lomba mural akhir Oktober ini. Kegiatan itu kan menampung kritik masyarakat. Tindak lanjutnya masukan tersebut harus dikelola ke dalam, semacam, kaidah etik bagi SDM Polri," jelas akademisi Trisakti ini.

Dalam perbaikan kultural, perlu dilibatkan berbagai stakeholder terkait. Misalnya Komisi III DPR dan Kompolnas. Dari situ, baru dilakukan perbaikan tata kelola operasional. Menurut Trubus, poin kritis operasional meliputi perlunya optimalisasi sinkronisasi data secara digital.

Karenanya, diperlukan semacam aplikasi digital, yang dapat menangkap rekam jejak anggota mulai dari kehadiran, saat melaksanakan tugas, hingga selesai bertugas.

Baca juga : KPK Usut Keterlibatan Azis Syamsuddin Dalam Korupsi DAK Lampung Tengah

Bahkan, ketika sedang tidak bertugas pun dapat tetap memberikan kontribusi laporan. Karena aplikasi tersebut harusnya sangat canggih dapat terkoneksi dengan petugas yang sedang aktif bertugas dan posisinya diketahui. Referensi aplikasi semacam itu sudah ada seperti pada transportasi online.

Bahkan melengkapi aplikasi tersebut, lebih canggih jika dalam pelaksanaan operasional disematkan kamera (body camera). Dengan bantuan teknologi model pengawasan seperti ini, dapat menjadi alat bukti rekam jejak jika terjadi pelanggaran di lapangan.

Senada dengan Trubus, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti pun mengusulkan agar setiap polisi perlu dipasangi kamera di tubuhnya. Dengan begitu, tindakan polisi di lapangan dapat terawasi.

"Saya juga melihat perlunya dipertimbangkan penggunaan body camera dan dashboard camera. Di satu sisi dapat mengawasi tindakan anggota di lapangan, di sisi lain dapat dijadikan sebagai akuntabilitas bagi masyarakat. Di negara-negara maju, misalnya di AS dan Inggris, penggunaan teknologi body camera dan dashboard camera dianggap mampu menurunkan kekerasan berlebihan yang dilakukan aparat kepolisian," ucapnya.

Baca juga : Golkar Pertimbangkan Duet Airlangga Dan Suharso Di 2024

Poengky meminta anggota yang melanggar diproses dan disanksi. Dia menilai perlunya pimpinan memberi contoh yang baik bagi seluruh anggota.

"Selain itu, jika ada anggota yang melakukan pelanggaran, harus segera diproses dan ada punishment sebagai efek jera. Pimpinan juga harus memberikan contoh tindakan yang baik bagi seluruh anggota," tuturnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Telegram (STR) setelah kasus oknum polisi membanting mahasiswa di Tangerang, Banten, hingga polisi lalu lintas (Polantas) menganiaya pengendara sepeda motor di Sumatera Utara.

Sigit meminta para kapolda menindak tegas para anggota yang melakukan pelanggaran dengan menggunakan kekerasan secara berlebihan. Telegram itu bernomor ST/2162/X/HUK2.9/2021. Surat telegram tersebut diterbitkan dan ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.