Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Selama pandemi Covid-19 ini, anak-anak belajar secara online dari rumah. Demikian pula anakku, setiap hari mulai jam tujuh pagi, hingga jam satu siang, belajar secara daring dari rumah.
Saya perhatikan, mereka belajar seperti kurang serius. Kebanyakan bermain-main, dan seperti tidak sekolah saja. Malah, tak jarang, malah sibuk main game.
Kemarin, laporan dari Wali Kelas III B, sekolah anakku, menyebut ada banyak anak murid yang remedial. Mengulang. Alasannya, jawaban-jawaban tugas harian mereka banyak yang salah.
Padahal, terkadang kalau saya intip atau saya amati mereka sedang belajar daring, anak-anak murid itu tampaknya antusias. Bahkan, terkadang mereka mengobrol dan mempercakapkan istilah-istilah yang di zaman saya SD dulu sangat jarang ditemukan dalam pelajaran. Tetapi mengapa banyak yang remedial?
Saya mencoba menelisik. Bertanya kepada anakku, apakah dia mengerti pelajaran yang disampaikan Guru-nya? Dia bilang ngerti.
Ternyata, mereka ngerti hanya karena mendengar saja. Bukan karena paham dan benar-benar tahu. Sebab, saya mengetes beberapa penulisan dan berhitung yang sederhana. Anakku, salah satunya, tampak gamang.
Contoh, jika jarum jam yang pendek berada di angka enam dan jarum jam yang panjang di angka 10, itu disebut jam berapa? Dia agak bingung dan berpikir. Seperti mereka-reka. “Jam enam,” jawabnya singkat.
Kurang tepat. Saya menjelaskan. Jika masih terang hari, itu disebut pukul 6 kurang 10 menit. Atau kalau jelang malam, pukul 18 kurang 10 menit.
Baca juga : Kangen Liputan Tatap Muka
Saya mendadak mempertanyakan metode belajar mengajar ala daring ini. Sebab, seingatku, hal-hal sederhana begini malah sudah paham anakku sewaktu masih di Taman Kanak-Kanak (TK). Kok bisa, sekarang sudah Kelas III SD, malah balik lagi menjadi kurang paham hal yang sama.
Kebanyakan anak-anak murid juga mengalami hal yang sama. Sehingga, kalau sekolah mengumumkan penilaian yang bagus, menurutku, itu bukan karena anak murid paham. Bisa jadi, karena yang mengerjakannya adalah orang tuanya di rumah.
Terkadang, anakku terlihat bosan dengan hanya duduk di depan laptop, mendengar dan menontoni gurunya bicara. “Kamu masih mau sekolah, Nak?” tanyaku. “Mau Pak, tapi tidak sekolah begini,” jawabnya.
Saya mencoba menjelaskan panjang kali lebar mengenai kondisi pandemi Covid-19 yang menyebabkannya. Bahkan, lapangan di dekat rumah, yang setiap sore ramai bermain anak-anak, sudah berbulan-bulan ini sepi. Tak terdengar lagi anak-anak kecil berlarian, bermain.
Baca juga : `5 Siap` Jadi Syarat Belajar Tatap Muka
Pembagian rapor tahun ajaran lalu, anakku memiliki nilai yang bagus-bagus. Tidak ada yang merah atau mengulang. Namun, dengan merasakan cara mereka belajar daring, saya tak begitu yakin dengan nilai bagus itu sesuai dengan kondisi sebenarnya.
“Pak, kapan kami bisa sekolah lagi?” tanya anakku. Saya mengatakan, kan tetap sekolah. “Bukan sekolah beginian. Sekolah ke sekolah beneran dong Pak,” jawabnya.
Saya pun tak bisa menjawab. Entah sampai kapan kondisi Covid-19 ini akan berakhir. Supaya anak-anak bisa sekolah lagi, ke sekolah, secara langsung, tatap muka langsung dengan para guru dan teman-temannya. [Jhon Roy P Siregar/Wartawan Rakyat Merdeka]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.