Dark/Light Mode

Pancasila Terlupakan, Pemilu 2019 Gaduh

Jumat, 2 Agustus 2019 22:17 WIB
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah (kedua kiri) dalam Diskusi Media `Hiruk Pikuk Politik Pasca Pemilu, Implikasinya Bagi Pencerdasan Rakyat`di Jakarta, Jumat (2/8). (Foto: Humas MPR)
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah (kedua kiri) dalam Diskusi Media `Hiruk Pikuk Politik Pasca Pemilu, Implikasinya Bagi Pencerdasan Rakyat`di Jakarta, Jumat (2/8). (Foto: Humas MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Harus diakui, Pemilu 2019 menimbulkan banyak kegaduhan. Mulai dari sengitnya rivalitas Capres-Cawapres di pesta demokrasi lima tahunan itu, hingga imbasnya pada polarisasi dalam masyarakat.

Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menilai, kegaduhan itu terjadi karena bangsa Indonesia melupakan jati diri bangsanya, Pancasila.

Bangsa Indonesia telah melupakan konsensus prinsip berbangsa-bernegara yang sudah disepakati bersama pada 18 Agustus 1945.

Baca juga : Investasi Rp 3,2 Triliun, Pemerintah Bangun 293.533 Jargas Tahun Depan

"Jika hulunya rusak, maka sudah pasti hilirnya akan berantakan," kata Ahmad dalam diskusi bertema "Hiruk Pikuk Politik Pasca Pemilu: Implikasinya bagi Kecerdasan Rakyat, diinisiasi oleh Perkumpulan Senior GMKI di Jakarta, Jumat (2/8).

Politikus PDIP ini menegaskan, konsensus berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, sama sekali tidak boleh dinegosiasikan. Apalagi, hanya untuk kepentingan politik pragmatis, demi meraih dukungan suara dalam kontestasi pemilu.

"Jangan ada kompromi. Jangan ada negosiasi dalam keadaan apa pun," jelas Basarah, yang juga menjabat Wakil Sekjen PDI Perjuangan.

Baca juga : Ganda Putra Masih Perkasa

Soal komposisi kabinet, Basarah meminta semua pihak untuk memberikan keleluasaan kepada Presiden Jokowi dalam menyusun kabinet. Ia meyakini, Jokowi akan bertindak arif dan bijaksana dalam menentukan figur-figur yang akan menjadi pembantunya di kabinet.

"Tentu Pak Jokowi akan berbicara dengan para ketua umum partai politik. Semua boleh meminta, namun Pak Jokowi yang akan memutuskan. Semua boleh bermanuver, namun semua berpulang pada hak prerogratif Presiden. Karena berdasar konstitusi, penyusunan komposisi kabinet adalah kewenangan Presiden," jelasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menyatakan perlunya merumuskan agenda besar republik secara bersama-sama. Wujud nyatanya adalah membentuk poros politik Empat Pilar Konsensus Berbangsa-bernegara, sebagaimana sudah disosialisasikan oleh MPR, yang populer dengan sebutan Empat Pilar MPR.

Baca juga : Pendatang Baru Berpeluang Menangkan Pilkada NTB

"Upaya penguatan mental ideologi bangsa sebagaimana digagas almarhum Taufik Kiemas relevan untuk diterapkan. Inilah agenda besar republik, membangun poros politik Empat Pilar, untuk menghadapi kekuatan kelompok di luar Empat pilar. Sebab, kontestasi Pemilu 2024 akan lebih keras dan brutal. Bukan tidak mungkin, segala cara dihalalkan untuk menang," jelas Qodari.

Sementara itu, Sekjen PSI Raja Juli Antoni memberikan catatan terhadap pelaksanaan Pemilu 2019. Salah satunya adalah terjadinya brutalisme politik, dengan menggunakan dalil-dalil agama sebagai basis argumentasi dan untuk menyerang lawan politik.

"Bertemunya elit partai politik, layak diapresiasi dan sangat bermanfaat untuk relaksasi ketegangan. Brutalisme politik sudah kita maafkan, namun jangan dilupakan. Untuk kematangan demokrasi, kita perlu kekuatan penyeimbang di luar pemerintahan," jelas mantan Direktur Eksekutif Ma'arif Institute itu. [QAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.