Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Anggota Komisi IV DPR Suhardi Duka menyoroti kinerja Perum Bulog setahun belakangan ini. Bulog yang seharusnya menjadi penyangga petani, kini malah terkesan mencari untung dengan program impor beras.
“Saya ini orang paling mendukung Bulog selama ini. Tapi terus terang, saya kecewa dengan Bulog terakhir ini. Kenapa mengajukan impor (beras) 1 juta ton walau yang disetujui 500 ribu ton,” kata Suhardi dalam rapat kerja Komisi IV bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Perum Bulog, Holding Pangan ID Food, dan PT Pupuk Indonesia di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin.
Suhardi mengatakan, untuk pemenuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), Bulog seharusnya lebih memprioritaskan pembelian hasil produksi beras gabah dari petani. Saat ini kemampuan Bulog membeli beras di pasaran adalah Rp 8.200 per kilogram. Sementara harga di tingkat petani sudah mencapai Rp 9.500 sampai 10 ribu per kilogram. “Kalau harga segitu (Rp 8.200 per kilogram), tentu tidak ada petani yang mau jual ke Bulog,” ujarnya.
Baca juga : Istri Lukas Enembe Ogah Bersaksi Buat Suaminya, KPK: Penuhi Dulu Panggilan Penyidik
Dia menuturkan, harga gabah dan beras memang mengalami kenaikan karena harga produksi di tingkat petani juga mengalami kenaikan. Kenaikan dipicu oleh harga pupuk dan biaya ongkos transportasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Walau ada kenaikan di tingkat petani, semestinya tidak menjadi dalih bagi Pemerintah untuk membuka keran impor.
“Bulog tidak lagi mendukung petani malah mencari keuntungan dari impor karena memang lebih murah dari dalam negeri. Kalau seperti ini, petani kita tidak akan ada lagi yang mau menyangga,” tambah politisi Partai Demokrat ini.
Suhardi menilai, mestinya kebijakan impor beras mengacu data produksi Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa produksi dalam negeri cukup. Data BPS menyebutkan, produksi beras mencapai 32,07 juta ton atau setara 54 juta ton gabah dan ada surplus beras 1,7 juta ton lebih. “Kalau kita katakan tidak cukup, terus data mana yang kita percayai,” ucapnya.
Baca juga : BSI Bakal Makin Lincah Ekspansi
Menurutnya, jika memang tidak percaya sama data Kementan, semestinya data BPS-lah yang menjadi pijakan dalam keputusan impor beras. “Kalau tidak gunakan data BPS, data mana lagi yang kita percaya. Atau semua data kita tidak percaya,” jelasnya.
Suhardi juga menyoroti anggaran sektor pertanian yang terus mengalami penurunan sejak 2017 mencapai Rp 24,23 triliun dan kini Rp 16,44 triliun di tahun 2022. Penurunan anggaran ini diduga disebabkan dua hal. Pertama, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan jajaran yang kurang lobi ke Kemenkeu sehingga anggaran turun terus.
Faktor kedua, Pemerintah tidak lagi menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas. “Ini harus jadi perhatian kita bersama bukan hanya Kementan tapi juga Komisi IV untuk fokus melihat persoalan ini,” jelasnya.
Baca juga : Soal Surplus Beras, Mendag & Mentan Beda Data
Sementara anggota Komisi IV Andi Akmal Pasluddin menilai, kinerja Kementan cukup baik pada tahun 2022. Kementan mampu mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Produksi pertanian juga memenuhi target.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya