Dark/Light Mode

Soal Rencana Impor Beras 2 Juta Ton

Semangat Petani Rontok

Kamis, 30 Maret 2023 07:45 WIB
Pekerja mengangkut beras impor. (Foto: ANTARA FOTO/Sakti Karuru/hp)
Pekerja mengangkut beras impor. (Foto: ANTARA FOTO/Sakti Karuru/hp)

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan heran dengan kebijakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang menugaskan Perum Bulog mengimpor beras 2 juta ton hingga akhir tahun 2023. Pasalnya, beras petani saat ini melimpah, lantaran di banyak sentra padi tengah melakukan panen raya.

Anggota Komisi IV DPR Daniel mengatakan, kondisi pertanian baik-baik saja.

“Kenapa dalam situasi panen raya dan optimisme ini kok malah berencana melakukan impor. Ini situasi yang paradoks,” kata Daniel di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin. Daniel menjelaskan, saat ini terjadi kenaikan baik dari sisi produksi maupun luas lahan panen.

Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan, pada tahun 2023 potensi luas panen selama Januari ke April sebanyak 4,51 juta hektare, meningkat 2,13 persen dibanding periode yang sama tahun 2022.

Produksi padi atau Gabah Kering Giling (GKG) juga mengalami peningkatan 23,94 juta ton atau meningkat 0,53 persen di tahun 2022. Produksi beras sebanyak 13,79 juta ton atau meningkat 0,56 persen dari tahun 2021. Atas dasar itu, dia meminta agar kebijakan impor di saat panen raya ini tidak dilakukan.

“Itu dapat menjadi berita buruk dan akan mengganggu semangat para petani,” tegas Daniel.

Baca juga : DPR Minta Tahapan Pemilu Jangan Sampai Terganggu

Terpisah, Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi mengecam kebijakan impor beras sebanyak 2 juta ton, dengan impor tahap pertama 500 ribu ton yang akan segera direalisasikan dalam waktu secepatnya.

Kebijakan ini sangat ironis, lantaran diambil hanya dengan analisis data produksi perkiraan dan tidak berdasar data riil lapangan.

“Harusnya, langkah nyata yang diambil adalah mengoptimalkan serap gabah petani karena panen raya tengah berlangsung di sejumlah wilayah hingga April ini,” katanya.

Gandhi menuturkan, Presiden Jokowi juga dalam panen raya padi 1 juta hektare nasional di Kebumen dan Ngawi beberapa waktu lalu juga tidak pernah menyebut adanya importase beras.

Justru dalam instruksinya, Jokowi meminta panen petani diserap dengan optimal. Petani juga diharapkan segera melakukan percepatan tanam kembali usai panen.

“Artinya, produksi padi dalam negeri cukup melimpah. Jadi sangat ganjal dan gagal paham kalau tiba-tiba Bapanas memutuskan impor,” ujarnya.

Baca juga : KTNA Sayangkan Impor Beras Di Tengah Produksi Melimpah

Dia bilang, produksi padi masa panen Januari-April 2023 ini melimpah. Luas panen pada bulan Februari 2023 seluas 1,20 juta hektare dengan perkiraan produksi 6,39 juta ton GKG, setara beras 3,68 juta ton.

Selanjutnya Maret seluas 1,70 juta hektare dengan produksi 9,14 juta ton GKG setara beras 5,26 juta ton. Sementara di periode April ini seluas 1,15 juta hektare dengan produksi 6,09 juta ton GKG setara beras 3,51 juta ton.

Adapun produksi padi di tahun 2022 sebesar 54,75 juta ton, lebih tinggi dari 2021 sebesar 54,42 juta ton. Di tahun 2022 bahkan terjadi surplus 1,3 juta ton beras.

“Artinya apa? kebijakan Bapanas adalah mestinya memprioritaskn serap gabah dan beras dari petani. Jadi harusnya Bulog banyak turun ke lapangan serap gabah petani,” tegas Gandhi.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Yadi Sofyan Noor juga mengecam rencana impor beras 2 juta ton. Apalagi keputusan tersebut diambil menggunakan data perkiraan produksi padi turun yang sama sekali bukan mengacu pada angka tetap.

Dijelaskan dia, dari keterangan Bapanas, merujuk data Kerangka Sampling Area (KSA) BPS produksi beras pada Februari 2023 sebesar 2,86 juta ton. Jumlah ini turun 820 ribu ton dibanding dengan estimasi periode sebelumnya. Penurunan ini disebabkan banjir dan gagal panen 31 ribu hektare. Dari data ini terlihat jelas Bapanas telah salah membaca data.

Baca juga : Sedang Panen Raya, Impor Beras Tidak Perlu

“Ini terjadi gagal paham dengan menyebutkan terjadi penurunan produksi 820 ribu hektare pada Februari 2023 dibandingkan periode sebelumnya. Padahal ini membandingkan angka perkiraan dengan angka tetap. Jadi yang benar pakai angka tetap,” katanya.

Yadi menegaskan, salah membaca data dapat berakibat fatal dan keputusannya juga bisa fatal khususnya terhadap ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani.

“Terpenting, jangan cari-cari alasan bahwa produksi turun sehingga perlu segera harus mengimpor beras. Seyogyanya simak dengan teliti angka BPS, angka resmi pemerintah sebagai tujuan bersama,” tegasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.