Dark/Light Mode

Genjot Tax Ratio, Cegah Kasus Alun

Hadi Poernomo Usul Bank Data Perpajakan

Rabu, 5 April 2023 07:45 WIB
Dirjen Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo saat rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/4/2023). (Foto: YouTube DPR)
Dirjen Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo saat rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/4/2023). (Foto: YouTube DPR)

 Sebelumnya 
Kalau data wajib pajak sesuai, aman. Kalau tidak, maka diimbau. Kalau masih mangkir diaudit. Kalau sistem ini sudah terjadi, maka ini akan menjadi CCTV pajak dan semua pihak terpaksa jujur karena diawasi.

“Kalau terpaksa jujur, ya pasti tax ratio naik, penerimaan naik,” kata Hadi.

Hadi menceritakan, Bank Data Perpajakan ini pernah diterapkan saat dia memimpin Ditjen Pajak pada 2001-2006. Saat itu, tax ratio Indonesia selalu berada di 2 digit dan tumbuh 0,3 persen tiap tahun. Pada 2005 mencapai 12,71 persen. Padahal, saat itu belum ada payung hukum pembentukan Bank Data.

Baca juga : DPR: Solusinya, Lakukan Digitalisasi Perpajakan

Pengumpulan data hanya diperoleh melalui Memorandum Of Undertanding (MoU) dengan berbagai pihak lain.

“Saat itu saja bisa menaikkan tax ratio hingga 12,71 persen. Sekarang sudah ada payung hukumnya pasti bisa. Kalau ada political will, pasti bisa,” tegasnya.

Lalu kenapa masih ada kasus macam Rafael dan Gayus? Kata Hadi, munculnya sejumlah kasus yang terjadi karena adanya kesempatan yang dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dan Petugas Pajak.

Baca juga : Bagikan Gerobak Di Solo, Chef Arnold: Partai Perindo Selalu Bantu UMKM Dan Rakyat Kecil

Kesempatan itu terbuka karena ada peraturan inkonsisten (loopholes) yang tidak ditutup. Dia lalu mencontohkan beberapa peraturan yang inkonsisten lewat peraturan Kementerian Keuangan.

“Jadi, solusi persoalan itu adalah menutup loopholes,” cetusnya.

Menurut Hadi, dasar hukum Bank Data Perpajakan ini sudah bagus. Jadi tidak perlu bikin aturan lagi. Nah, agar Bank Data Perpajakan ini bisa berjalan perlu diimbangi dengan pembentukan Badan Penerimaan Negara. Pembentukan badan ini sudah diusulkan sejak 2003. Usulan kajian itu ditanggapi positif. Namun ternyata sampai sekarang belum juga dilaksanakan.

Baca juga : Dubes Rosan Dukung IKN Jadi Pusat Bisnis Dan Pemerintahan

“Apakah kita begini saja terus. Grafik tax ratio menurun. Janganlah,” tuntasnya.

Menurut Hadi, ada berbagai cara meningkatkan penerimaan negara. Misalnya, menaikkan tarif pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi 11 persen seperti dalam UU HPP. Tahun depan naik menjadi 12 persen. PPh (Pajak Penghasilan) juga naik menjadi 22 persen. Tapi apakah kenaikannya akan siginifikan? Tidak juga. ■ BCG/KAL

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.