Dark/Light Mode

Cegah Kasus Rafael Alun Terulang

DPR: Solusinya, Lakukan Digitalisasi Perpajakan

Rabu, 29 Maret 2023 07:45 WIB
Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng. (Foto: Golkar)
Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng. (Foto: Golkar)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi XI DPR meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan digitalisasi perpajakan sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pajak. Kebijakan ini penting agar kasus Rafael Alun Trisambodo dan aliran dana Rp 349 triliun di Kemenkeu tidak lagi terulang.

Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng bilang, dengan digitalisasi petugas pajak tak akan berani lagi melakukan kecurangan karena diawasi langsung oleh sistem. Kasus seperti Gayus Tambunan dan Rafael Alun pun tak akan terulang kembali.

“Ini yang sebetulnya yang harus diselesaikan. Sebab hanya sistem yang bisa menghentikan ini semua. Sistemnya apa? Digitalisasi,” kata Mekeng di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Mekeng yakin, Kemenkeu memiliki kemampuan untuk membuat sistem digitalisasi ini. Kalau tak mampu, Kemenkeu bisa cari ke negara lain yang mumpuni. Karena, untuk mengatasi persoalan pegawai nakal hanya bisa diperbaiki dengan sistem.

“Ganti sistem Bu, kurangi yang namanya pertemuan antara fiskus (aparatur pajak, red) dan wajib pajak,” terangnya.

Sementara anggota Komisi XI DPR Misbakhun menilai, Kemenkeu telah gagal melakukan pengawasan terhadap pegawainya. Reformasi birokrasi dengan sistem pengawasan tiga lini dianggap gagal mendeteksi dini pegawai nakal.

Baca juga : Rafael Alun Ngaku Sudah Diklarifikasi KPK Pada 2016 Dan 2021

Hal ini bisa dilihat dari kasus yang dilakukan Gayus Tambunan, Angin Prayitno, dan terbaru Rafael Alun. “Semua kasus tersebut diketahui karena faktor eksternal, bukan internal,” kata Misbakhun.

Salah satu contoh nyata kegagalan deteksi dini itu ada dalam kasus Rafael Alun. Kata dia, Rafael sudah lama masuk dalam daftar pegawai berisiko tinggi. Tapi kenapa Rafael tetap dipromosikan dan masuk dalam daftar talent yang akan dipromosikan ke eselon II. Profilnyai, tapi figurnya dipromosikan.

“Saya tanya salahnya siapa. Siapa yang merekomendasikan dia mendapat job ke eselon 2,” kata Misbakhun.

Mantan pegawai pajak ini pun menilai, reformasi pajak belum terlihat hasilnya. Paling nyata terlihat dari pendapatan pajak yang tak pernah naik. Tax ratio saat ini tidak menggambarkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Harusnya PDB tumbuh paralel dengan penerimaan pajak.

Berdasarkan catatannya, tax ratio pernah mencapai angka 12,7 persen pada tahun 2005.

“Tapi makin lama bukan makin naik, malah makin menurun, di saat volume PDB baseline-nya naik,” ujarnya.

Baca juga : Rayakan ulang tahunnya ke-24, Alfaland Group Lakukan Aksi Penghijauan

Misbakhun bilang, kalau seandainya tax ratio dapat tumbuh 0,3 saja per tahun dari 12,7 pada 2005, maka tax ratio kita saat ini dapat tumbuh sebesar 15 persen. Kalau PDB saat ini baselinenya Rp 20 ribu triliun di akhir 2022, maka penerimaan pajak sudah mencapai Rp 3.000 triliun. Ditambah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP ) bisa mencapai Rp 4 ribu triliun.

“Di saat volume APBN 3.060 triliun. Surplus APBN kita,” ungkapnya.

Sementara anggota Komisi XI DPR Ela Siti Nuryamah menyampaikan, Kemenkeu saat ini merupakan lembaga super power. Untuk itu, dia usul agar penerimaan negara dan pengeluaran berada dalam institusi yang berbeda. Begitu banyak pegawai yang harus diawasi oleh eselon 1.

“Berbagai masukan dari para peneliti ini menjadi catatan kami,” ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR Fauzi Amro menyayangkan Kemenkeu dan PPATK terkesan tidak akur. Hal itu terlihat dari begitu banyak surat yang dikirim ke Kemenkeu tapi tidak pernah ditanggapi.

“Masa setiap tahun ada surat masuk tapi tidak diberikan laporan. Tidak masuk akal, kaya kucing-kucingan,” ujar Fauzi.

Baca juga : Rekening Rafael Alun Dan Keluarga Yang Diblokir PPATK Nilainya Rp 500 Miliar

Padahal kedua lembaga ini, jelasnya, sudah melakukan kerja sama sejak 2007. “Ada apa antara Kemenkeu dengan PPATK?” tanya Fauzi.

Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya telah melaksanakan berbagai kebijakan reformasi birokrasi, salah satunya melalui tiga lini pengawasan. Tiga lini pengawasan itu adalah atasan langsung, unit kepatuhan internal pada tiap unit eselon I, dan terakhir lewat Inspektorat Jenderal (Itjen). ■ BCG/KAL

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.