Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - DPR telah menyepakati pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam Rapat Paripurna hari ini, Kamis (5/9).
Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengkritik keputusan DPR tersebut. Menurutnya, keputusan itu melanggar hukum.
"Pengesahan itu melanggar hukum karena tidak termasuk dalam RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019, yang sudah disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah," kata Fajri dalam keterangannya, Kamis (5/9).
Baca juga : KPK: Irjen Firli Lakukan Pelanggaran Berat
Fajri menjelaskan, berdasarkan Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas.
Ketentuan tersebut, kata dia, sudah diatur lebih teknis dalam Tata Tertib DPR. Pasal 65 huruf d Tata Tertib DPR RI menyatakan bahwa,
“Badan Legislasi bertugas menyiapkan dan menyusun RUU usul Badan Legislasi dan atau anggota Badan Legislasi berdasarkan program prioritas yang sudah ditetapkan.
Baca juga : Negara Apresiasi Masyarakat Hukum Adat
Selain itu, lanjut Fajri, pada Pasal 65 huruf Tata Tertib DPR disebutkan, Badan Legislasi bertugas memberikan pertimbangan terhadap RUU yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas RUU atau di luar RUU yang terdaftar dalam Prolegnas untuk dimasukkan dalam Prolegnas perubahan.
"Dari ketentuan itu dapat dilihat bahwa seharusnya yang dilakukan oleh Baleg DPR adalah untuk diusulkan menjadi RUU prioritas dalam Prolegnas perubahan, tidak langsung menjadi usul inisiatif," jelasnya.
Berdasarkan argumentasi tersebut, PSHK menyesalkan langkah DPR yang menunjukkan ketidakpatuhannya terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Baca juga : Perta Arun Gas Resmi Jadi Pelanggan Premium PLN
"Termasuk juga ketentuan internal kelembagaannya sendiri, yaitu Tata Tertib DPR," imbuh Fajri.
Selain itu, PSHK juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR, sehingga proses pembahasan tidak dapat dilaksanakan.
"Presiden Joko Widodo harus fokus pada RUU yang sudah masuk sebagai prioritas dalam Prolegnas 2019 yang sudah disepakati bersama DPR sebelumnya," desaknya. (OKT)
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya