Dark/Light Mode

Lantik Anggota MPR PAW, Bamsoet Ingatkan dalam Politik Bisa Mati Berkali-kali

Rabu, 6 September 2023 17:25 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kanan) melantik Tofan Maulana dari Partai Golkar sebagai Anggota MPR Pengganti Antar Waktu, di Ruang Delegasi MPR, Jakarta, Rabu (6/9). (Foto: Dok. MPR)
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kanan) melantik Tofan Maulana dari Partai Golkar sebagai Anggota MPR Pengganti Antar Waktu, di Ruang Delegasi MPR, Jakarta, Rabu (6/9). (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan, dalam politik, seseorang bisa mati berkali-kali. Berbeda dengan militer yang mati hanya sekali. Karenanya, seorang politisi jangan baperan dan jangan jadi kutu loncat. 

Bamsoet juga mengingatkan, 161 hari ke depan, perjalanan kehidupan demokrasi Indonesia akan sampai pada sebuah momentum penting. Tepatnya 14 Februari 2024, Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu serentak untuk memilih Capres-Cawapres, sekaligus memilih Caleg DPR, DPD, dan DPRD.

Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, jumlah pemilih Pemilu 2024 di Indonesia mencapai 204,8 juta jiwa. Angka ini setara 74 persen dari total populasi Indonesia. Atau hampir 8 kali lipat dari jumlah penduduk Australia.

Baca juga : Herzaky Jamin Politisi Muda Demokrat Berkualitas

Dari data tersebut, jumlah generasi milenial dan generasi Z yang tercatat sebagai peserta Pemilu 2024 mencapai 115,6 juta jiwa, atau lebih dari 56 persen. Artinya, hasil Pemilu serentak akan sangat ditentukan suara generasi muda.

"Kematangan generasi muda dalam memahami wawasan kebangsaan secara mendalam akan menjadi faktor kunci dalam menentukan sikap politik dan menggunakan hak pilihnya secara dewasa. Karena itu, dalam pembangunan wawasan kebangsaan yang digalakkan MPR melalui program Sosialisasi Empat Pilar MPR, generasi muda menjadi salah satu kelompok sasaran prioritas," ujar Bamsoet, usai memandu Pengucapan Sumpah Tofan Maulana dari Partai Golkar sebagai Anggota MPR Pengganti Antar Waktu (PAW), di Ruang Delegasi MPR, Jakarta, Rabu (6/9).

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, apa pun paradigma yang dikedepankan dalam penyelenggaraan Pemilu, apakah dimaknai sebagai implementasi konkret dari daulat rakyat, ataukah sebagai media legitimasi bagi terbentuknya sebuah rezim pemerintahan, ataukah sebagai bagian dari proses pelembagaan representasi aspirasi publik, pada hakekatnya, penyelenggaraan Pemilu adalah sarana, dan bukan tujuan.

Baca juga : Tasyakuran HUT MPR, Bamsoet Ingatkan Urgensi Konstitusi Miliki Pintu Darurat

"Tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara telah diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yaitu terbentuknya suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI ini menerangkan, penyelenggaraan Pemilu adalah jalan menuju terbentuknya pemerintah negara sebagaimana dimaksud dalam amanat Konstitusi. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Pemilu adalah manifestasi dan implementasi demokrasi yang tidak boleh terlewatkan begitu saja.

"Pemilu memiliki makna penting, tidak hanya bagi para kontestan peserta Pemilu, melainkan juga bagi segenap elemen masyarakat yang memiliki hak suara, hak untuk memilih, dan hak untuk menentukan masa depan bangsa," terang Bamsoet.

Baca juga : Aduan Ke Dewan Pers, LPDS Ingatkan Wartawan Pedomani Kode Etik Jurnalistik

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, sedemikian pentingnya hak pilih, sehingga Lyndon Baines Johnson, Presiden Amerika Serikat ke-36, mengemukakan bahwa, hak untuk memilih adalah hak dasar yang tanpanya, hak-hak lainnya tidak akan ada artinya. Hak memilih ini memberi setiap manusia, sebagai individu, kesempatan untuk menentukan kendali atas nasib mereka sendiri.

Pandangan tersebut menegaskan betapa pentingnya partisipasi dalam pemilu, sebagai wujud kepedulian dan komitmen untuk turut membangun kehidupan kebangsaan ke depan. Bercermin dari pengalaman, dapat diambil pelajaran bahwa mewujudkan Pemilu yang jujur, adil, damai, dan berkualitas, bukanlah pekerjaan yang mudah. Seringkali Pemilu menghasilkan residu kontestasi politik yang berimbas pada polarisasi rakyat, serta dapat memicu lahirnya konflik horizontal.

"Di sinilah pentingnya kita membangun komitmen dan kesadaran kolektif, bahwa esensi dari kompetisi demokrasi adalah memenangkan hati rakyat yang bermuara pada kepentingan rakyat, dan bukan justru menempatkan rakyat pada kutub-kutub polarisasi yang berseberangan. Kita juga tidak ingin implementasi demokrasi prosedural membuat kita terjebak pada demokrasi angka-angka, dan menjadi abai terhadap implementasi demokrasi secara substansial. Keduanya harus seiring sejalan, bersinergi membangun demokrasi yang seutuhnya," pungkas Bamsoet.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.