Dark/Light Mode

Pabrik Plasma Pertama Dibangun Di Indonesia

Semoga Impor Obat Berkurang

Rabu, 22 Mei 2024 07:10 WIB
Anggota Komisi IX DPR Nur Nadlifah.
Anggota Komisi IX DPR Nur Nadlifah.

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan mengapresiasi kinerja Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang sukses membangun dua pabrik plasma pertama di Indonesia. Kehadiran pabrik plasma ini diharapkan mampu menjadi penyedia bahan dasar obat yang selama ini harus diimpor.

Anggota Komisi IX DPR Nur Nadlifah mengatakan, bahan dasar obat ini sangat dibutuhkan. “Ketika masa Covid-19, kita ini sudah kayak agen obat. Tengah malam ditelepon minta cari obat yang susahnya setengah mati, sementara harganya dari hari ke hari naiknya luar biasa sampai angka 100 juta," kata dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menkes Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, kemarin.

Nadlifah mengatakan, plasma ini memang menjadi salah satu isu yang perdebatannya sangat alot ketika DPR membahas RUU Omnibuslaw Kesehatan bersama Pemerintah. Karena saat pandemi Covid-19 lalu, obat-obat menjadi sangat langka dan mahal.

Baca juga : OJK Patok Industri BPR Tahan Banting

Dia bilang, obat-obatan tersebut seluruhnya harus diimpor dari negara lain. "Ini yang benar-benar membuat kita harus memproduksi obat-obat yang memang dibutuhkan dalam kondisi tertentu di negara kita," ujarnya.

Dia pun berharap, kehadiran pabrik plasma ini, dapat memenuhi target 70 persen pemenuhan kebutuhan plasma di dalam negeri. Kehadiran pabrik ini diharapkan benar-benar berkelanjutan, sehingga kebutuhan akan obat dalam negeri terpenuhi bahkan jika perlu diekspor ke luar negeri.

Dia menegaskan, semua pihak ingin kebutuhan plasma bisa terpenuhi dari dalam negeri tanpa harus impor. Apalagi, Menteri Budi sudah menyusun road map kemandirian industri fraksionasi plasma, dengan menggandeng dua produsen plasma, yakni dari Korea Selatan. Diharapkan, pengembangan kerja sama bersama Korea Selatan ini akan mendorong negara lainnya untuk membangun pabrik plasma di Indonesia.

Baca juga : PDAM Berkinerja Baik Bakal Diganjar Insentif

Anggota Komisi IX DPR Dewi Asmara menambhkan, setelah peletakan batu pertama pabrik plasma ini, seluruh perencanaannya jelas sehingga bisa terus dilanjutkan. Sehingga kelak, jika Menkes berganti atau dijabat orang lain, maka pabrik ini bisa tetap diteruskan.

"Ini merupakan niat yang baik. Akan lebih baik lagi kalau semua catatan-catatan yang mengakui kekurangan, bukan berarti kita salah. Malah kita memberi catatan kepada yang menggantikan kita. Jadi tidak otomatis ganti menteri ganti kebijakan," katanya.

Paling tidak, lanjut dia, ada benang merah dari setiap kebijakan yang diambil kepada pelanjutnya. "Jadi mengapa tidak kita buat itu. Masalah nanti mereka mau mulai silahkan tetapi dengan niat baik dan semua capaian yang sudah bapak (Menteri Budi) peroleh, tentu masih ada harapan yang belum bisa dilakukan maksimal karena waktu atau koordinasi dengan kementerian lain," tambahnya.

Baca juga : Disdik Gaet Sekolah Swasta Gelar PPDB

Sementara, Menteri Budi menegaskan, hadirnya pabrik plasma ini dalam rangka memenuhi kebutuhan Produk Obat Derivat Plasma (PODP) dalam negeri sekitar 650 ribu liter plasma darah. Adapun kebutuhan PODP rata-rata per tahun yakni, albumin 516 ribu vial, IVlg 114 ribu vial, Factor VIII 162 ribu vial, dan Factor IX 24 ribu vial. Kebutuhan tersebut akan terus meningkat mengingat dalam 5 tahun terakhir, keseluruhan PODP mengalami rata-rata peningkatan sekitar 40 persen.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.