Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

DPD Cemaskan Pandemi Corona Masih Berlanjut

Pemaksaan Pilkada Serentak Adalah Pemerkosaan Politik

Minggu, 31 Mei 2020 06:37 WIB
Pilkada serentak 2020 yang dilakukan di masa pendemi corona dinilai rawan kecurangan. (Foto : KPU-malukuprov.go.id)
Pilkada serentak 2020 yang dilakukan di masa pendemi corona dinilai rawan kecurangan. (Foto : KPU-malukuprov.go.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kalangan senator kompak menolak rencana penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020. Selain mengkhawatirkan hasil pesta demokrasi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) cemas adanya lonjakan korban virus corona di seluruh daerah.

Anggota DPD dari Provinsi Riau Intsiawati Ayus menilai, pemaksaan pelaksanaan Pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19 sebagai ‘pemerkosaan’ politik.

Selain berpotensi melahirkan berbagai kecurangan, pemaksaan Pilkada serentak akan merugikan masyarakat dan daerah, karena berlangsung di tengah situasi yang tidak menentu dan belum kondusif.

“Pemaksaan Pilkada serentak 2020 adalah pemerkosaan politik. Keputusan tersebut dilakukan melalui pemaksaan kehendak, tanpa pertimbangan matang situasi dan kondisi yang terjadi di tengah pandemi Covid- 19 yang belum bisa dikendalikan,” tegas Iin, sapaan Intsiawati Ayus melalui keterangan tertulisnya, kemarin.

Baca juga : Jakarta Menggembirakan, Jawa Timur Menegangkan

Lebih lanjut, Iin menguraikan, saat Pilkada serentak dilangsungkan dalam situasi normal, pesta demokrasi tersebut kerap diwarnai beragam kecurangan hingga ketegangan sosial akibat persaingan massa antarkandidat. Terlebih, sejumlah pihak telah memprediksi peningkatan terjadinya praktik money politics, jika Pilkada serentak digelar di tengah kondisi pandemi.

“Dalam situasi normal, pernah terjadi kecurangan yang mengakibatkan pemungutan suara ulang. Apalagi dalam kondisi dan situasi seperti saat ini, penuh ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Siapa yang bisa menjamin kampanye dengan berkerumunnya massa tidak terjadi penularan Covid- 19?” tegas dia.

Iin juga menyoroti, adanya tambahan dana sebesar Rp 535 miliar yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) lantaran penyelenggaraan Pilkada serentak dilakukan di tengah situasi pandemi.

“Ini (tambahan dana, red) melukai rasa keadilan masyarakat. Saat ini, rakyat dalam kondisi sulit, bahkan kerap terkendala pendataan dan penyaluran bantuan langsung tunai,” sesal dia.

Baca juga : Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pilkada Tak Digelar Desember

Karenanya, lanjut dia, penunndaan penyelenggaraan Pilkada serentak merupakan pilihan yang paling tepat. Terlebih, pelaksaan Pilkada serentak tidak masuk dalam kategoris mendesak, karena kepala daerah habis masa jabatannya, dapat digantikan oleh pelaksana tugas (Plt) dari unsur ASN yang memiliki kemampuan dan kepangkatan yang sesuai.

“Dalam memilih Plt Kepala Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah punya aturannya. Jadi, tidak akan ada kekosongan kepemimpinan, roda pemerintahan akan daerah tetap berjalan, hingga kondisi normal,” tandasnya.

Aggota DPD dari Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Amaliah Sobli menambahkan, keputusan pemerintah menggelar Pilkada serentak pada Desember mendatang, kelewat percaya diri. Banyak yang harus dipertimbangkan saat Pilkada Serentak di tengah pandemi Covid-19, utamanya peningkatan angka positif korban virus corona.

“Jangan sampai, pemilu kelam yang memakan banyak korban jiwa, terulang lagi di Pilkada Serentak ini. Saat ini, Provinsi Sumsel baru mengalami kenaikan grafik, ketika grafik di sejumlah daerah mulai stabil,” jelas Lia, sapaan akrab Amaliah Sobli.

Baca juga : Ini Program Relaksasi Kredit Bagi Nasabah Bank UOB Indonesia

Selain itu, Lia juga mengingatkan tentang adanya pihak yang berpotensi mengambil keuntungan dan menyalahgunakan kewenangan jika Pilkada serentak digelar di tengah pandemi. “Bukan tidak mungkin jika Pilkada dilakukan Desember nanti, para incumbent menyalahgunakan bantuan pemerintah untuk mencari suara,” tegas dia.

Sebelumnya, jadwal pilkada serentak 2020 ini diundur tiga bulan dari semula 23 September 2020. Penundaan ini dilakukan mengingat pandemi corona yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan aturan teknis Peraturan KPU (PKPU) yang disesuaikan isinya dengan Perppu adalah terkait Tahapan, Program dan Jadwal. Penyesuaian terutama terkait dengan hari pemungutan suara yang mundur menjadi 9 Desember 2020, yang kemudian berefek pada dimulainya tahapan.

“Saya kira jelas dimulainya tahapan pemilihan lanjutan dari simulasi yang disusun maupun hitungan tanggal pemungutan 9 Desember 2020 maka yang dimungkinkan itu 6 Juni 2020,” jelas Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Sabtu (16/5). [ONI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.