Dark/Light Mode

Prediksi Pengamat

Corona Tidak Kunjung Usai, Pilkada Distop Sementara

Minggu, 26 April 2020 08:39 WIB
Ilustrasi pencelupan tinta tanda telah memberikan hak suara dalam Pilkada. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi pencelupan tinta tanda telah memberikan hak suara dalam Pilkada. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejumlah kalangan ragu pelaksanaan pilkada 2020 dapat terlaksana. Ini karena wabah corona sepertinya belum berakhir. Jika itu benar terjadi, Pilkada 9 Desember 2020 diusulkan diundur lagi atau dihentikan sementara.

Demikian ditegaskan Direktur Eksekutif East Time On Schedule (ETOS) Indonesia Institute, Iskandarsyah kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. “Bisa saja tidak ada Pilkada pada tahun 2020 atau 2021. Buktinya, hingga kini, virus corona masih belum hilang, bahkan penyebarannya masuk ke seluruh wilayah Indonesia. Jika makin menyebar, pilkada tentu tak bisa digelar. Satu-satunya jalan dihentikan sementara,” kata Iskandarsyah. 

Iskandarsyah mengatakan, muncul fenomena beberapa calon yang ingin ikut kontestasi lima tahunan ini mengundurkan diri. Apalagi mereka yang mundur rata-rata berstatus petahana. “Mereka memiliki hitung-hitungannya sendiri. Nggak mungkin mereka berniat mundur kalau tidak ada hal yang membuat mereka ragu untuk terus maju,” ujarnya. 

Baca juga : Kompetisi Tak Kunjung Bergulir, Neymar Galau

Iskandarsyah menyebutkan, bukan hanya hitungan politik, tetapi hitugan finansial. Jika pilkada dipaksakan, akan membuat kantong calon, jebol. “Kantong para calon bisa jebol nantinya. Sebab di tengah pandemi corona ini mereka sadar betul risiko mereka maju pilkada menjadi berlipat. Yakni harus mengeluarkan dana cukup besar, untuk kampanye dan untuk anggaran virus corona,” jelasnya. 

Saat ini, Iskandarsyah mengaku, banyak para calon menyetop sementara survei elektabilitasnya karena pandemi ini. “Beberapa menyatakan survei akan dilanjutkan setelah virus corona selesai dan mereka mau fokus bantu masyarakat dulu,” tegasnya. 

Selain itu, kemungkinan ditiadakannya pilkada bisa saja karena kurangnya anggaran untuk pesta demokrasi daerah lima tahunan ini. “Pemerintah pusat dan daerah seolah sedang menguras kasnya untuk melawan corona. Bisa jadi pilkada ditiadakan sementara waktu sambil melihat kondisi keuangan negara,” bebernya. 

Baca juga : Trump Ngawur

Mepetnya waktu membuat pelaksanaan pilkada menjadi sedikit lebih rumit. “Kayaknya agak sulit (pilkada) untuk saat ini. Apalagi nanti setalah Pilkada 2020 akan ada pilkada lagi,” ujarnya. 

Ditanya apakah para calon lebih getol urus pandemi virus corona bisa dibilang berusaha mencuri perhatian masyarakat, Iskandarsyah menyebut hal itu adalah bagian dari upaya para calon menarik simpati. “Tidak bisa kita bantah kegiatan ‘ikhlas’ itu tentu akan menimbulkan simpatik masyarakat. Saya yakin mereka sadar itu. Tapi tetap saja pilihan ada di tangan masyarakat yang terkadang bisa berubah-ubah dalam waktu singkat,” tutupnya. 

Sebelumnya, Direktur Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyebut, pilkada sewajarnya ditunda sampai akhir tahun agar tak ada politisasi, memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk mencari dukungan di pilkada. Kata Ujang, setelah pemerintah, DPR dan KPU sepakat 9 Desember 2020 adalah hari pencoblosan pilkada, maka pandemi corona kini rawan disalahgunakan untuk kepentingan politis. Berbagai macam aksi politik jadi bisa dibalut dengan aksi sosial, seperti bagi-bagi masker dan pemberian disinfektan. Padahal, tidak pantas bencana besar dengan memakan banyak korban ini dijadikan arena mencari panggung, agar mendapat suara di pilkada. “Secara etika itu jelas tidak pantas,” ujar Ujang. 

Baca juga : Bank Bukopin Gandeng DPR Salurkan 9 Ribu Paket Sembako

Lalu, Ujang mengusulkan agar Pilkada 2020 ditunda sampai akhir tahun. “Enaknya ditunda. Setidaknya di mulai 2021 , dan paling santai ya 2022. Jadi ada jeda antara pandemi dengan pilkada membuat potensi mencari panggung semakin kecil,” ujarnya. 

Komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Didik Supriyanto menyatakan, tak ada yang tahu kapan pandemi Covid-19 berakhir. Karena banyak negara-negara berhasil menekan korban akibat virus mematikan ini pun mulai mengantisipasi kemungkinan datangnya gelombang kedua virus itu. Didik menyarankan agar pilkada digelar selambatlambatnya awal Juni 2021, agar pasangan calon kepala daerah terpilih bisa dilantik awal Agustus 2021. 

Menurut Didik, Pilkada awal Juni sesuai dengan siklus anggaran negara, sehingga pelantikan pada awal Agustus 2021 memberi ruang cukup bagi kepala daerah terpilih untuk menetapkan APBD-P 2021 dan menyusun RAPBD 2022. “Dengan demikian, kepala daerah terpilih bisa langsung mengimplementasi rencana kebijakan (dijanjikan masa kampanye), termasuk rencana kebijakan memerangi wabah Covid-19,” jelasnya. [EDY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.