Dark/Light Mode

Pandemi Pukul Produksi Pertanian Global

Pemerintah Kudu Seriusi Ancaman Krisis Pangan

Kamis, 11 Juni 2020 08:10 WIB
Politisi Gerindra Fadli Zon
Politisi Gerindra Fadli Zon

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mendorong pemerintah membuat strategi tepat untuk menghadapi persoalan pangan akibat pandemi Covid-19. Terlebih, Food and Agriculture Organization (FAO) telah memperingatkan adanya ancaman krisis pangan akibat pandemi ini.

Fadli mengatakan, krisis pangan harus disikapi serius. Pasalnya, kebijakan pembatasan sosial di satu sisi berhasil menekan penyebaran virus, namun di sisi lain ikut memukul produksi dan distribusi pangan secara global. 

Ketua Badan Kerja Sama Antar Perlemen (BKSAP) DPR ini mengingatkan, sejumlah negara yang selama ini dikenal sebagai produsen pangan, seperti Thailand dan Vietnam, mulai melakukan pembatasan ekspor dengan alasan melindungi kebutuhan dalam negeri. Akibatnya, jumlah pangan yang diperdagangkan di pasar dunia pun terus menurun. 

Baca juga : Meutya Hafid: Tak Relevan Giring Kasus Floyd ke Papua

“Contohnya, sektor perdagangan beras dunia. Saat ini, pasar internasional hanya memperdagangkan 5 persen, dari keseluruhan produksi beras dunia. Ini yang bisa disebut gejala ‘deglobalisasi’ akibat pandemi,” ungkap dia. 

Gejala deglobalisasi, sambung dia, dapat berakibat mengerikan bagi negara yang memiliki ketergantungan besar terhadap impor pangan seperti Indonesia. Bahkan, World Food Programme (WFD) menyebut, ancaman gelombang kelaparan lebih berbahaya dari serangan virus corona. 

“Peringatan-peringatan tersebut perlu kita waspadai. Apalagi, sebelum pandemi ini muncul, Indonesia telah tergolong sebagai negara dengan indeks kelaparan serius. Menurut data International Food Policy Research Institute (IFPRI) pada tahun 2019 saja, sebelum muncul pandemi, terdapat 22 juta penduduk Indonesia mengalami kelaparan kronis,” urai Fadli. 

Baca juga : DPR Minta Anggaran Sektor Pertanian Tidak Dipotong

Lebih lanjut, Fadli mengkritik langkah Presiden memerintahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pemerintah daerah dan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam menindaklanjuti ancaman krisis pangan. Upaya “keroyokan” BUMN, pemerintah daerah, dan Kementan untuk mencetak 900 ribu hektar sawah baru di lahan gambut di Kalimantan Tengah itu dinilai tak akan menyelesaikan persoalan. 

“Perintah cetak sawah baru di lahan gambut bukanlah respons yang kita harapkan. Dengan agenda itu, pemerintah mempertontonkan ketidakkonsistenannya untuk merestorasi lahan gambut yang dicanangkan pada 2016. Terlebih, untuk menangani dampak Covid-19, pemerintah telah memangkas anggaran cetak sawah baru dari semula Rp 209,8 miliar menjadi Rp 10,8 miliar,” sesal dia. 

Selain persoalan anggaran, sambung dia, program cetak sawah juga “dihantui” risiko kegagalan. Karenanya, pemerintah lebih baik menggunakan anggaran yang ada untuk mensubsidi petani. Adanya stimulus dan insentif ekonomi ini akan menambah kegairahan petani dalam berproduksi. [ONI]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.