Dark/Light Mode

Cukai Hasil Tembakau Dipatok Rp 172 T, Begini Kata Misbakhun

Sabtu, 15 Agustus 2020 21:26 WIB
Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun. (Foto: ist)
Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah berencana akan menyesuaikan kembali tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2021. Penyesuaian ini dilakukan seiring target penerimaan cukai pada tahun depan sebesar Rp 178,47 triliun.

Merujuk buku Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2021, target penerimaan cukai 2021 meningkat 3,6 persen dibandingkan outlook tahun anggaran 2020. Pada RAPBN 2021, penerimaan cukai ditargetkan sebesar Rp 178,47 triliun.

Target penerimaan cukai di 2021, terdiri atas cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp 172,75 triliun, sisanya ditargetkan pada pendapatan cukai MMEA, cukai EA, dan penerimaan cukai lainnya sebesar Rp 5,71 triliun.

Baca juga : Hadapi Resesi, Politisi PDIP Ini Dukung Jokowi Optimalkan Sektor Pertanian

Anggota komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun mengatakan, industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu industri strategis nasional yang mempunyai andil besar dalam perekonomian Indonesia. Di tengah pandemi Covid-19, IHT juga pasti kena dampaknya.

“Penerimaan cukai merupakan kontributor ketiga terbesar dalam penerimaan dalam negeri, dimana 95 persen berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT),” kata Misbakhun dalam seminar webinar Akurat.co bertajuk “Kepastian Hukum Industri Hasil Tembakau sebagai Industri Strategis”, Sabtu (15/8).

Legislator Partai Golkar itu menambahkan, IHT memiliki rantai bisnis industri yang luas sehingga menciptakan efek pengganda yang besar. Antara lain, terbukanya lapangan kerja baru, baik langsung maupun tidak langsung, utamanya pekerja pada IHT Sigaret Kretek Tangan (SKT). 

Baca juga : DPR: Banyak Pejabat Tak Paham Kondisi Lapangan

“Kretek sebagai produk khas IHT Indonesia memiliki daya tawar yang tinggi di pasar lokal maupun internasional (ekspor). Kretek memiliki ciri khas dan keunikan dibanding produk IHT negara lain,” imbuh Misbakhun.

Sebagai industri strategis, IHT termasuk industri yang memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi. IHT menggunakan bahan baku mayoritas di dalam negeri (cengkeh dan tembakau). “Artinya, IHT juga memiliki potensi yang besar menarik dan mengembangkan sektor hulu (pertanian),” kata dia.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Supriadi mengatakan, IHT masih dilihat secara parsial, dari perspektif kesehatan semata. Padahal, IHT berkontribusi sangat besar bagi Negara dan memberikan dampak luas baik secara sosial, ekonomi, maupun budaya terhadap pembanguan bangsa.

Baca juga : Puan Pintar Main Peran Di Senayan

“Karenanya, kerangka yang digunakan untuk mengatur industri hasil tembakau tidak semata-mata pendekatan kesehatan masyarakat, namun pendekatan industri,” kata Supriadi.

Supriadi menekankan pentingnya penyusunan Roadmap IHT yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, pendapatan negara, tenaga kerja, dan pertanian. “Aspek kesehatan dan sosial ekonomi harusnya berdampingan, bukan saling mematikan karena sektor kesehatan masih memerlukan subsidi yang bisa dipenuhi dari kontribusi IHT terhadap penerimaan negara," tukas Supriadi. 

Sementara, Dosen Hukum Bisnis Universitas Jember, Fendi Setyawan berpendapat, IHT selalu dihadapkan pada polemik yang berkepanjangan. Besarnya potensi kontribusi cukai hasil tembakau menyebabkan kebijakan cukai semakin eksesif. Hal itu terlihat CHT justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan, daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.