Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - etua Fraksi PKS MPR Tifatul Sembiring mengutip kembali berita-berita seputar polemik pernyataan Puan Maharani, saat mengumumkan cagub dan cawagub PDI Perjuangan untuk Sumatera Barat, pada 2 September 2020 lalu. Saat itu Puan melontarkan pandangan bahwa semoga Sumatera Barat menjadi Propinsi yang memang mendukung Pancasila.
Kalimat bernada harapan ini menurut Tifatul Sembiring justru memicu polemik. Ada yang protes, mengkritik, memberi pembelaan, bahkan mengadukan ke polisi, karena dianggap menghina. Bahkan karena polemik itu, cagub yang direkomendasikan PDI Perjuangan sampai mengembalikan surat dukungan tersebut.
Tifatul melihat, kesalahpahaman ini lebih kepada persolan rasa bahasa, antar komunikator dan komunikan. Orang Minang, sudah terbiasa dengan petatah petitih, isyarat, kalimat sindiran, dan satire. Bahkan, ungkapan-ungkapan tersebut sudah jadi makanan sehari-hari bagi orang Minang.
Akibatnya, ungkapan Puan, yang belum dibungkus kata-kata puitis tadi, ditangkap masyarakat Minang sebagai sindiran tajam, bahwa orang Sumbar tidak Pancasilais. "Husnuzhon saya, sebenarnya maksud Ibu Puan bukan itu. Mungkin berharap kualitas pemahaman Pancasila orang Minang semakin ditingkatkan," kata Tifatul.
Baca juga : Airlangga: Golkar Memang Bukan Partai Agama, Tapi Sangat Memperhatikan Agama
Pernyataan itu disampaikan Tifatul Sembiring saat menjadi pembicara kunci pada seminar nasional dengan tema Bagaimana Orang Minang Mempraktekkan Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari. Seminar nasional itu berlangsung di Wisma Bung Hatta, Bukittinggi, Sabtu (23/10).
Seminar tersebut menghadirkan dua narasumber Prof. Yudi Latif (Kepala BPIP 2018) dan Yus Datuk Parpatih (Budayawan Minang). Ikut hadir pada acara tersebut, Anggota MPR Johan Rosihan, Chairul Anwar, Hermanto, serta Gubernur Sumatera Barat Buya Mahyeldi.
Tifatul berharap peserta seminar tidak terus membahas ketersinggungan perasaan. Lebih baik membicarakan berbagai persoalan yang lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara.
"Topik kita hari ini lebih ilmiah, tidak sekedar debat kusir. Mengungkap Pancasila sebagai konsensus nasional, yang telah terbukti bisa mempertahankan keutuhan NKRI yang sangat majemuk ini," ujar Tifatul.
Baca juga : Tantangan Pesantren Di Masa Depan
Sementara itu, Yudi Latief dalam paparannya antara lain mengatakan, akar Pancasila itu ada tiga: yaitu, keagaamaan, kebangsaan atau nasionalisme dan Sosial Ekonomi. "Nah, ketiga akar ini sudah terwakili oleh tokoh-tokoh Minangkabu di sepanjang sejarah bangsa Indonesia ini," ujar Yudi.
Orang Minang, kata Yudi, sudah menjalankan akar Pancasila. Tokoh Minang yang mewakili sisi keagamaan, adalah Agoes Salim, Buya Hamka, hingga Sutan Mansyur. Yang merepresentasikan nasionalisme kebangsaan seperti Syafruddin Prawiranegara. Sementara dari Sisi sosial ekonomi terdapat nama Bung Hatta, serta Tan Malaka.
Dari fakta sejarah, terjawab bahwa orang Minangkabau, Sumatera Barat, paling lengkap menampilkan tokoh-tokoh nasional yang mereprentasikan akar- akar Pancasila. Bahkan ada tokoh-tokoh Minang yang punya andil melahirkan butir-butir Pancasila. Seperti, kata musyawarah adalah usulan Agoes Salim.
Meskipun, teks Pancasila yang dimuat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 adalah usulan tertulis dari Prof. Muhammad Yamin, anak dari ayahnya yang berasal dari Sawahlunto dan ibu dari Padang panjang, Sumbar.
Baca juga : Cek Di Sini, Aturan Terbaru Pelaku Perjalanan Dalam Negeri
Sejarah juga mencatat, Muhammad Yamin adalah salah seorang deklarator Sumpah pemuda 1928. "Kita ini surplus klaim, tapi miskin tindakan. Ngaku Pancasila, akan tetapi tindakannya justru melawan nilai-nilai Pancasila itu sendiri," sindir Yudi Latif. [TIF]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya