Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Imbas Perang Rusia-Ukraina
Anis Matta: Indonesia Harus Siapkan Skenario Atasi Dampak Ekonomi
Kamis, 10 Maret 2022 14:05 WIB
Sebelumnya
Mantan Dubes Indonesia untuk Inggris Dr.Rizal Sukma menilai, Indonesia tetap harus mengedepankan politik bebas aktifnya dalam menyikapi konflik Rusia-Ukraina saat ini.
Yakni tidak berpihak pada koalisi ke Amerika, Uni Eropa dan NATO atau aliansi Rusia dan China.
Kepentingan Indonesia hanya menolak penggunaan kekuatan militer dalam penyelesaian pelanggaran kedaulatan negara oleh negara lain.
"Tetapi saya ingin katakan, bahwa ketika Bung Hatta merumuskan kata bebas aktif itu, adalah berpihak kepada kepentingan nasional Indonesia. Tetapi memang, ketika menentukan soal instrumen berpihak kepada kepentingan nasional itu yang susah," kata Rizal.
Baca juga : Harga Avtur Naik, Biaya Operasional Maskapai Membengkak
Kendati begitu, Rizal memastikan politik bebas aktif Indonesia, bukan berarti netral atau tidak peduli dengan negara lain.
Dengan politik bebas aktif, Indonesia sebenarnya bisa diuntungkan memiliki stratregi pertarungan dalam menghadapi dua kekuatan besar.
"Jadi dengan bebas aktif, Indonesia bisa memainkan diplomasi multilateral di kawasan ini. Konteksnya, negara memastikan memiliki strategis otonomi, dan bukan menjadi tempat pertarungan dari negara-negara besar, sehingga kepentingan nasional bisa dilindungi," kata peniliti CSIS ini.
Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menambahkan, Indonesia harusnya lebih berhati-hati dalam melihat konflik Rusia-Ukraina agar tidak terjebak dan terjerumus pusaran konflik yang diciptakan Amerika Serikat dan NATO.
Baca juga : Akselerasi Vaksinasi se-Indonesia, Kapolri: Upaya Persiapan Pandemi Ke Endemi
"Sebab, dimata saya Rusia tidak melakukan aneksasi atau invasi. Rusia tidak merancang untuk menduduki atau merebut Ukraina, hanya hegemoni Amerika Serikat (AS) dan NATO saja," kata Connie.
Berbagai macam sanksi yang tidak masuk akal kepada Rusia, justru akan membuat Presiden Rusia Vladimir Putin semakin berani dan 'gila'.
Karena Putin mengetahui kelemahan kekuatan AS, Uni Eropa dan NATO, termasuk dalam berdiplomasi.
"Harusnya kita abstain, siapa sih yang ngomongin kita tidak mesti abstain, siapa pembisiknya harus diungkap? Karena saya terlibat di Kemenlu soal pembicaraan perjanjian strategis dengan Rusia. Apa sih yang mau dicapai antara Indonesia Rusia, bagaimana kepentingannya," ungkapnya.
Baca juga : Krisis Rusia-Ukraina, Angelina Jolie Justru Kunjungi Pengungsi Yaman
Connie menilai, jika Indonesia belum dimasukkan oleh Putin sebagai negara yang tidak bersahabat dengan Rusia, tinggal menunggu waktu saja.
"Harusnya kita abstain, bukan mendukung resolusi Majelis Umum PBB. Kalau sekarang kita belum masuk negara listnya Rusia, itu karena belum saja menurut saya," katanya.
Sebagai negara yang menggagas berdirinya Gerakan Non Blok, Indonesia seharusnya meniru politik diplomasi yang dilakukan oleh Presiden RI pertama Soekarno, yang menggabungkan negara-negara di PBB untuk mengimbangi politik besar blok.
"Indonesia harusnya tampil secara diplomatik, bukan ikut-ikutan seperti sekarang. Bung Karno jadi besar, karena kemampuan diplomasinya. Bung Karno sudah mengingatkan, PBB harus adil. Ketika PBB tidak adil, semua ide besar, ide mulia hilang. Makanya saya setuju PBB harus direformasi," pungkasnya. [FAZ]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya