Dark/Light Mode

Jadi Saksi Pertemuan 2 Ksatria

Di Sate Senayan, Ada Semar dan Raksasa

Minggu, 14 Juli 2019 05:39 WIB
Jokowi dan Prabowo saat makan di Sate Khas Senayan, dengan latar gambar wayang, kemarin. (Foto: Istimewa)
Jokowi dan Prabowo saat makan di Sate Khas Senayan, dengan latar gambar wayang, kemarin. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pertemuan Jokowi dan Prabowo kemarin banyak makna dan penuh dengan pesan simbolik. Satu yang jadi sorotan adalah adanya lukisan bergambar wayang yang jadi latar saat keduanya makan siang di Sate Khas Senayan, FX Sudirman, Jakarta. Lukisan yang dimaksud itu bergambar para punakawan dan raksasa, lengkap dengan gunungannya.

Ada tujuh tokoh wayang yang ada di lukisan tersebut. Tiga di kiri, empat di kanan. Dua kelompok wayang ini dipisahkan oleh sebuah gunungan. Dalam pewayangan, gunungan biasanya digunakan sebagai pembuka atau penutup sebuah babak.

Tokoh wayang yang ada di sebelah kanan adalah para punakawan. Mereka adalah Semar dan tiga anaknya yaitu Petruk, Gareng dan Bagong (paling belakang sendiri). Di sebelah kiri ada Togog dan sobatnya, Bilung. Paling belakang sendiri adalah raksasa. Dalam dunia pewayangan, Punakawan bertugas menjadi pendamping para ksatria berwatak baik. Mereka adalah penghibur para ksatria. Sedangkan Togog dan kawanannya adalah pendamping abdi dalem raksasa yang berwatak jahat.

Apakah ada kaitan lukisan wayang itu dengan pertemuan Jokowi dan Prabowo? Entahlah...Tapi, dalang nyentrik Sudjiwo Tedjo ikut menyoroti lukisan yang jadi latar pertemuan tersebut. 

Baca juga : 9 Pelaku Perusakan Asrama Brimob Ditangkap, Komandan Kerusuhan Masih Buron

Dia mengaku senang ada namanya dalam lukisan tersebut. Sosok yang dimaksud adalah Togog yang punya nama lain Tejo Mantri. Kata dia, Togog adalah kakaknya Semar. 

“Big Bang dalam wayang adalah telur yang pecah, kulitnya jadi Togog, putihnya jadi Semar dan kuningnya jadi Bathara Guru,” cuit Sudjiwo Tedjo, di akun Twitter miliknya, @sudjiwotedjo. Sejumlah followernya ikutan membahas maksud cuitan tersebut.

Tak cuma lukisan itu yang disorot. Sudjiwo Tedjo juga mengulas soal Jokowi dan Prabowo yang bertemu di jalan. Menurut dia, pertemuan tersebut mengandung kode tersendiri. Karena tak saling bertamu. “Khas teater Jawa Timur-an yang urakan. Saya bangga,” ungkapnya.

Pendeta Hindu Bali Mpu Jaya Prema ikutan menganalisa. Kata dia, tradisi di kampungnya, pertemuan di jalanan itu hanya saling sapa. Jika mengobrol tentang sesuatu, apalagi menghasilkan kesepakatan, itu tak sah. “Karena tak jelas siapa tuan rumah dan tamunya. Tak ada yang nraktir atau biayai minum kopi,” ujarnya, di akun @mpujayaprema.

Baca juga : PAN Jual Mahal, Apa Jual Murah

Peneliti cerita rakyat dari UI Suni Wasono mengatakan, lukisan wayang yang latar belakang itu memang mendatangkan banyak tafsir. Dalam lukisan itu, ada tokoh Semar dan Togog. Kata dia, dalam pewayangan, tugas Semar bukan hanya sebagai pendamping para ksatria. Semar adalah jelmaan Dewa Ismaya, dewa yang menjelma dalam wujud manusia. Dalam konteks politik, Punakawan itu adalah representasi rakyat. 

“Dengan adanya lukisan itu bisa ditafsirkan kalau pimpinan yang didukung sudah rukun, rakyatnya pun rukun. Kalau pimpinan mereka sudah berekonsilisasi, rakyatnya pun bersatu,” kata Sunu, kemarin.

Sementara itu, dalang politik Rohmad Hadiwijoyo punya tafsir lain. Kata dia, sepintas lukisan wayang tersebut menggambarkan adegan yang biasa. Sebuah adegan pertemuan antara punakawan, abdi dalem Pandawa dan abdi dalem dari pihak raksasa, yaitu Togog dan Bilung. “Para abdi dalem itu sedang bernegosiasi untuk kepentingan bosnya yang berseberangan,” kata Rohmad, saat dikontak Rakyat Merdeka tadi malam.

Secara keseluruhan, Rohmad menilai pertemuan keduanya sangat positif. Terlihat sekali mengutamakan kepentingan rakyat. Untuk Indonesia yang lebih baik. Diawali naik MRT diakhiri dengan makan sate. Menurut dia, ada pesan tersirat dalam peristiwa itu. Naik MRT menunjukkan mereka berdua sudah dalam satu tujuan untuk membangun Indonesia yang padat teknologi dan inovasi. “Makan sate menunjukkan keduanya merakyat,” ujarnya.

Baca juga : Jadi Saksi Tersangka PT Merial Esa, Inneke Digarap KPK

Soal pertentangan dan perbedaan yang selama ini terjadi, Rohmad menggambarkannya ibarat perang kembang seperti dalam lukisan wayang tersebut. Sebagai kekembangan demokrasi. Yaitu perangnya satria melawan raksasa. Dalam dunia pewayangan, fragmen perang kembang adalah adegan wajib dalam sebuah pagelaran. Inti dari adegan itu adalah perang melawan nafsu sendiri. Raksasa adalah simbol nafsu sendiri. Sementara manusia terbaik adalah yang bisa mengalahkan nafsunya sendiri. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.