Dark/Light Mode

Galang Penolakan Pemilu Proporsional Tertutup, Peran Airlangga Diapresiasi

Rabu, 11 Januari 2023 06:00 WIB
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto/Ist
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat politik Citra Institute Yusak Farchan mengatakan, inisiasi Partai Golkar mengajak parpol lain menolak sistem proporsional tertutup, patut diapresiasi.

“Inisiasi Golkar itu sekaligus menunjukkan kapasitas dan ketokohan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dalam merespons dinamika politik yang berkembang,“ tegas Yusak, Selasa (10/1).

Lebih dari itu, inisiasi Golkar harus diperluas lagi dengan melibatkan parpol non-parlemen dan parpol baru peserta Pemilu 2024, untuk bersama-sama menolak sistem proporsional tertutup.

“Saya kira delapan parpol pemilik kursi parlemen telah menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan reformasi sistem politik Indonesia, dengan tetap menjaga dan menegakkan asas kedaulatan rakyat dalam pemilu,“ ujar Yusak.

Bagaimanapun, sistem proporsional terbuka lebih menjamin akuntabilitas dan keterlibatan rakyat dalam proses pemilu terutama dalam memilih wakil rakyat.

“Proporsional tertutup juga berpotensi memperlemah relasi antara wakil rakyat dengan masyarakat pasca pemilu. Tidak ada alasan yang argumentatif untuk mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup,“ kata Yusak.

Baca juga : Banteng Sebut Lebih Mudah Dan Murah Tuh

Ditambah lagi, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2008 jelas memerintahkan penggunaan suara terbanyak dalam penetapan caleg terpilih.

Dengan sikap delapan parpol yang menolak Sistem  Proporsional Tertutup, mereka menjalankan peran penting dan menjaga demokrasi.

“Saya kira perlu dipertegas lagi bahwa parpol memiliki peran penting sebagai pilar demokrasi yang harus menjaga kedaulatan rakyat. Daulat rakyat itulah esensi dari demokrasi sebenarnya,” jelas Yusak.

Dia menambahkan, pesan penting berikutnya dari sikap bersama 8 parpol yang diinisiasi Golkar adalah warning, agar KPU tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya.

"KPU tidak boleh masuk ke ranah politik praktis dengan menjadi partisan atau pendukung salah satu sistem pemilu yang ada. Tugas KPU melaksanakan Undang-Undang dengan menjaga netralitasnya,“ ungkap Yusak. 

Sebanyak 8 parpol parlemen menolak sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan, komitmen dukungan pada sistem pemilu proporsional terbuka untuk menjaga kemajuan demokrasi yang telah berjalan sejak era reformasi.

Baca juga : Peran Prananda, Puan Dan Sikap Pencapresan

Airlangga mengatakan, sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi.

Menurutnya, sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat. Jadi, rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik. ”Kami tidak ingin demokrasi mundur,” kata Airlangga.

Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto mengatakan, sistem proporsional tertutup dianggap unggul dalam menjaga kohesivitas partai. Sistem itu juga lebih memungkinkan pengakomodasian representasi kalangan rentan lewat daftar calon yang disusun oleh elite partai.

Sebaliknya, sistem daftar terbuka dipandang lebih memberdayakan pemilih dan membangun kedekatan konstituen dengan calon sehingga dapat meminimalisasi peluang penyalahgunaan kekuasaan.

Menurutnya, dengan kekuasaan besar elite partai, sistem daftar tertutup berpeluang mendorong calon untuk lebih akomodatif terhadap kehendak elite ketimbang aspirasi pemilihnya.

“Namun, dengan mendorong agar calon lebih bertanggung jawab kepada pemilihnya, sistem daftar terbuka dapat menurunkan kohesivitas dan signifikansi partai," ujarnya.

Baca juga : Pertemuan Parpol Tolak Pemilu Proporsional Tertutup Jadi Teladan Demokrasi

Menurutnya, sistem terbuka juga berlandaskan pada Putusan MK No 22-24/PUU-VI/2008. Arif juga membaca sistem terbuka akan mendorong peningkatan kompetisi para calon dalam mendekati pemilih. Semakin dekat agenda mereka, semakin besar peluang keterpilihan.

"Jadi, sengitnya kontestasi antarcalon adalah dampak langsung dan diinginkan dari diterapkannya sistem daftar terbuka dalam pemilu," tambahnya.

Arif menegaskan, tidak ada sistem yang benar-benar sempurna. Mengubah pilihan struktur pemberian suara dari terbuka menjadi tertutup atau sebaliknya, tidak akan menyelesaikan masalah yang berakar bukan dari dalam sistem tersebut.

Menurut dia, penerapan sistem pemilu membutuhkan konsistensi dan efisiensi. Dengan demikian, penyelenggara dapat mempersiapkan pemilu secara baik, peserta dapat menyusun strategi secara adaptif, pemilih dapat membuat pilihan yang cerdas.

"Jalan perbaikan menuntut insentif politik yang dapat menghasilkan daya dukung bagi keberhasilan penerapan sistem daftar terbuka. Agar calon dan partai berubah lebih aspirasional dan pemilih menjadi lebih berdaya," pungkasnya.■

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.