Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Soal OSO Calon Anggota DPD

PTUN Paksa KPU Jalankan Putusan

Selasa, 22 Januari 2019 09:27 WIB
Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jl. Imam Bonjol, Jakarta Pusat. (Foto: Istimewa)
Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jl. Imam Bonjol, Jakarta Pusat. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeksekusi putusan PTUN Jakarta Nomor: 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT terkait gugatan Oesman Sapta Odang (OSO). Pembangkangan KPU terhadap putusan tersebut, berdampak besar pada legalitas anggota DPD hasil Pemilu 2019.

Bahkan, pelantikan Presiden terpilih dapat digugat lantaran persoalan tersebut. Selasa (22/1), Ketua PTUN Jakarta Ujang Abdullah mengirim surat perintah pelaksanaan putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT kepada KPU.

PTUN Jakarta mendesak KPU segera mengeksekusi putusan sengketa pemilu yang dimenangkan OSO, karena telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sesuai Pasal 13 Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2017, penyelesaian sengketa proses Pemilu dilakukan di PTUN.

"Pasal 115 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan, hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan," ujar Ujang dalam surat perintah eksekusi PTUN Jakarta.

Dalam surat PTUN Jakarta Nomor W2.TUN1.287/HK.06/I/2019 itu, Ujang juga menuturkan isi putusan yang dimenangkan penggugat, Oesman Sapta.

Baca juga : Tak Laksanakan Putusan Bawaslu, KPU Langgar UU

"Menyatakan batal keputusan KPU Nomor: 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019 tanggal 20 September 2018. Memerintahkan tergugat (KPU) mencabut Keputusan tersebut, dan menerbitkan keputusan tentang penetapan DCT yang mencantumkan Oesman Sapta sebagai calon tetap perserta Pemilu anggota DPD Tahun 2019," urai dia.

Lebih lanjut, Ujang menyatakan, Ketua PTUN berkewajiban mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Sesuai ketentuan Pasal 116 ayat 3 UU Nomor 51 Tahun 2009, PTUN memerintahkan KPU melaksanakan putusan itu, yang pada kenyataannya belum dilaksanakan KPU. "Perlu kami tegaskan, eksekusi putusan PTUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dijalankan. Demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta tegaknya hukum dan keadilan. Bila telah melaksanakan putusan tersebut beritahukan kepada kami," tutup Ujang dalam suratnya.

Selain dikirim kepada KPU, surat perintah eksekusi PTUN Jakarta Nomor W2.TUN1.287/HK.06/I/2019 itu juga ditembuskan kepada Presiden, Ketua MA serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB).

Kuasa Hukum OSO, Dodi Abdul Kadir mengaku telah menerima salinan putusan PTUN Jakarta terkait sengketa yang dimenangkan kliennya. Menurut Dodi, jika KPU tak melaksanakan putusan itu dalam waktu dekat, pengadilan akan mengumumkan ketidakpatuhan penyelengara pemilu terhadap putusan peradilan di media massa.

Baca juga : “KPU Makar”

"Kalau tidak dilaksanakan juga (setelah pengumuman di media, red), pengadilan akan meminta Presiden dan DPR memaksa KPU melaksanakan putusan tersebut," tegas Dodi.

Menurut dia, ketidakpatuhan KPU terhadap putusan PTUN Jakarta juga berdampak besar terhadap tahapan pelaksanaan Pemilu 2019.

KPU tidak dapat mencetak surat suara Pemilu anggota DPD, karena keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu anggota DPD telah dicabut. "Kalau mereka mencetak surat suara, apa dasarnya? Sekarang, sudah tidak ada DCT anggota DPD Pemilu 2019. Kami akan laporkan komisioner KPU melakukan dugaan korupsi, karena menggunakan APBN tanpa dasar hukum yang sah," imbuhnya.

Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai, persoalan hukum antara KPU dengan PTUN Jakarta berdampak besar terhadap legitimasi hasil Pemilu 2019. Bahkan, persoalan tersebut dapat digunakan sebagai celah bagi pasangan Capres dan Cawapres yang kalah dalam Pilpres 2019, untuk menggagalkan pelantikan Presiden terpilih.

"Suka atau tidak, putusan PTUN Jakarta harus dijalankan. KPU harus mengeluarkan Surat Keputusan (SK) baru terkait DCT anggota DPD Pemilu 2019. Jangan sampai, persoalan ini mengganggu legitimasi hasil Pemilu 2019 atau mengganggu agenda pelantikan Presiden oleh MPR," ujar Margarito.

Baca juga : Andalkan Serangan Fajar Tidak Akan Manjur Lagi

Ia meyakini, kekosongan hukum tersebut akan digunakan pasangan capres dan cawapres gagal  untuk melakukan manuver politik. Selain menggangu jalannya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih di MPR, mereka dapat menggunakan kekosongan hukum tersebut untuk mempersoalkan hasil Pemilu dan Pilpres 2019.

"Calon anggota DPD yang gagal di Pemilu 2019, bisa mempersoalkan kemenangan anggota DPD terpilih. Mereka bisa berdalih, anggota DPD terpilih tidak sah secara hukum. Sementara, Capres yang gagal bisa mempersoalkan legitimasi MPR, karena anggota DPD hasil Pemilu, tidak sah secara hukum. Ini persoalan serius," tandasnya. [ONI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.