Dark/Light Mode

Produk Politik, Keputusan Ijtima Ulama III Tak Perlu Dipatuhi

Jumat, 3 Mei 2019 12:59 WIB
Ketua SETARA Institute Hendardi (Foto: Istimewa)
Ketua SETARA Institute Hendardi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua SETARA Institute Hendardi melihat, produk Itjima Ulama III adalah pendapat sekumpulan elite politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia untuk tujuan politik praktis dan jauh dari semangat memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan. Lima butir keputusan itu bukan produk hukum melainkan produk kerja politik, sehingga tidak perlu dipatuhi oleh siapapun.

"Keputusan itu lebih merupakan ekspresi dari kelompok masyarakat dan bagian dari kritik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019, yang secara umum telah dilaksanakan dengan prinsip keadilan Pemilu. Jika pun terdapat berbagai kekurangan, pelanggaran, dan kekecewaan, maka semua itu diselesiakan melalui mekanisme demokratik yang tersedia," ucap Hendardi dalam keterangan yang diterima redaksi RMcoid, Jumat (3/5).

Baca juga : Luhut: Lupakan Politik, Mending Perangi Sampah

Keputusan Ijtima itu, tambah Hendardi, semakin kehilangan legitimasinya. Keputusan itu lebih menyerupai provokasi elite kepada publik untuk melakukan perlawanan dan mendelegitimasi kinerja penyelenggara Pemilu.  Hendardi kemudian bicara mengenai kebebasan.

"Sekalipun kebebasan berpendapat dan berkumpul ini dijamin UUD 1945, akan tetapi jika keputusan itu memandu gerakan-gerakan nyata melakukan perlawanan atas produk kerja demokrasi melalui jalur-jalur melawan hukum, termasuk menggagalkan proses Pemilu, maka aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum," tegasnya. 

Baca juga : Pertamina Sumbagsel Pastikan Kebutuhan Energi Selama Ramadhan Tercukupi

Dari lima butir keputusan Ijtima Ulama III itu, tambah Hendardi, terlihat inkonsistensi keputusan satu dengan lainnya. Satu sisi mendorong BPN Prabowo-Sandi menempuh jalur legal-konstitusional, tetapi di sisi lain tanpa mau repot beracara di Mahkamah Konstitusi, Ijtima meminta Jokow-Maruf didiskualifikasi dari proses kontestasi.

"Hasil kesepakatan sejumlah elite ini hanya mempertegas praktek politisasi agama oleh sejumlah elite. Seperti penggunaan argumen amar ma’ruf nahi munkar dan penegakan hukum dengan cara syar’i sebagai cara membakar emosi umat. Sudah cukup bukti bahwa politisasi agama dan membakar emosi umat telah membuka jarak antarwarga dan memperkuat segregasi sosial di antara kita. Ini waktunya kita kembali menyatu dalam wadah Indonesia," tegas Hendardi. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.