Dark/Light Mode

Analisa Sosiolog Politik UGM

NU Dan Jokowi Penentu Kemenangan Capres...

Jumat, 1 September 2023 07:30 WIB
Pakar Sosiologi Politik sekaligus dosen senior di Fisipol UGM Yogyakarta, Dr Kuskridho Ambardi. (Foto: Ist)
Pakar Sosiologi Politik sekaligus dosen senior di Fisipol UGM Yogyakarta, Dr Kuskridho Ambardi. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Nahdlatul Ulama (NU) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut menjadi penentu kemenangan Calon Presiden (Capres) di Pilpres 2024. Pakar Sosiologi Politik sekaligus dosen senior di Fisipol UGM Yogyakarta, Dr Kuskridho Ambardi mengungkapkan, persaingan dua Capres Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo amat ketat.

Ketatnya persaingan ini yang membuat suara Nahdliyin dan pengikut Jokowi, menjadi penentu kemenangan yang sig­nifikan. Dikatakan, hasil survei beragam lembaga kredibel menyebutkan, jarak keterpilihan Prabowo dan Ganjar sangat tipis. Bahkan, masih masuk dalam batas kesalahan.

Baca juga : Pakar Sospol UGM: NU Dan Jokowi Potensial Tentukan Kemenangan Capres

"Jarak elektabilitas Pak Prabowo dan Pak Ganjar tipis dalam rentang margin of error. Memang dengan Mas Anies agak jauh jaraknya," ungkap Ambardi dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dengan hasil yang masih dalam rentang margin of error, jika hasil survei Ganjar ditambah 2 persen dan Prabowo dikurangi 2 persen (rentang margin of er­ror) atau sebaliknya, maka cukup mencari suara tambahan 5-7 persen bagi Prabowo maupun Ganjar agar bisa memenangi kontestasi.

Baca juga : Geopolitik Dan Geostrategi Indonesia Memandang BRICS

Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2010-2019 yang akrab dipanggil Dodi ini mengatakan, 5 sampai 7 persen akan mudah didapat jika basis masa NU, basis suara terbesar di Indonesia diakuisisi dengan maksimal. Doktor ilmu poli­tik dari Ohio State University (OSU) Amerika Serikat ini menganalisa, dukungan NU sangat diperlukan karena basis massa loyal tradisional cukup bisa digerakkan sebuah tim.

Selain itu, NU juga memiliki pengalaman menggerakkan massa, dan banyak tokohnya yang memiliki pengalaman elektoral. Tapi, karena pengurus PBNU terikat khittah untuk tidak berpolitik praktis, maka tidak bi­sa secara terang-teranganmeng­gerakkan nahdliyin. Alhasil, khususnya di Pileg, suara nah­dliyin tersebar di banyak partai politik.

Baca juga : Kurangi Polusi Udara, PLN Dorong Penggunaan Kendaraan Listrik

Di luar struktur, lanjut Dodi, PBNU bisa membentuk tim bersifat ad hoc yang bisa men­jadi semacam mesin komando yang merencanakan strategi mengajak pulang kandang nahdliyin. Apalagi, lanjutnya, struk­tur formal di NU berbentuk semacam federasi yang memiliki pemimpinnya di masing-masing pondok pesantren.

Dengan mesin komando yang dibuat PBNU, bukan tidakmungkin pondok pesantren maupun nahdliyin akan ikut dalam satu bari­san bergerak memenangkan calon yang didukung PBNU. "Siapa Capres yang bisa mengkapitalisasi ini, dia akan memenangkan pertarungan,"sebutnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.