Dark/Light Mode

Elektabilitas Prabowo-Gibran Turun, Bukti Rakyat Telah Kecewa

Selasa, 7 November 2023 21:12 WIB
Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi/Ist
Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Hasil survei terbaru Charta Politika menyebutkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka malah membebani elektabilitas Capres Prabowo Subianto. Hal itu dinilai wajar oleh pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi.

Menurut Airlangga, penurunan elektabilitas Prabowo-Gibran merupakan konsekuensi dari semakin tingginya kesadaran publik bahwa telah terjadi intervensi kekuasaan dalam meloloskan nama Gibran usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Anwar Usman, alias paman dari Gibran tersebut.

“Alih-alih ikut memperkuat suara, malah merosot. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari persepsi naiknya Gibran sebagai cawapres tidak bisa dipisahkan dari intevensi kekuasaan dan penggunaan institusi hukum MK sebagai instrumen kekuasaan,” ujar Airlangga kepada wartawan, Selasa (7/11/2023).

Baca juga : Panel Barus: Kami Bertanggung Jawab Menangkan Satu Putaran

Airlangga mengatakan, persepsi adanya intervensi kekuasaan di tubuh MK membuat pandangan publik bergeser, terutama bagi para pendukung Jokowi. Justru yang terjadi, penguatan tentang tampilnya Gibran sebagai simbol representasi politik dinasti.

Seperti diketahui, pada Senin (6/11/2023), Charta Politika merilis hasil survei terbaru. Simulasi tiga pasang calon presiden-calon wakil presiden, Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapat elektabilitas tertinggi, yakni 36,8 persen. Disusul Prabowo-Gibran 34,7 persen dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 24,3 persen.

Adapun jumlah responden yang tidak menjawab sebanyak 4,3 persen.

Baca juga : Elektabilitas Ganjar-Mahfud Tertinggi, Prabowo-Gibran Membayangi

Sementara, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa mengatakan, dugaan publik atas adanya cawe-cawe Jokowi dalam putusan MK bisa dipahami. Pasalnya, relasi kekeluargaan dan relasi kekuasaan sangat kental dalam putusan MK 90/PUU-XXI/2023.

Selain itu, Herry mengungkap indeks demokrasi era Jokowi menjadi yang terburuk sejak 14 tahun terakhir.

Menurutnya, ada aspek-aspek tertentu yang harus menjadi bahan evaluasi, misalnya budaya politik.

Baca juga : Gerindra Yakin Prabowo-Gibran Menang Di Jatim

"Yang terjadi per hari ini, budaya politik tidak muncul karena intervensi kekuasaan. Jadi, publik enggan mengatakan politik Indonesia baik-baik saja," tegasnya.

Herry juga mengatakan, indeks demokrasi Indonesia termasuk rendah, apalagi ketika muncul putusan MK. Hal itu akan semakin memburuk kehidupan demokrasi.

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.